Dukungan dan pengakuan luar negeri ini sangat penting di jadikan momentum kemerdekaan Indonesia. Padahal, saat itu kondisi Palestina dalam mandat Inggris secara tidak sah, melalui perjanjian “Sykes-Pycott” yang membagi-bagi wilayah Utsmaniyyah menjadi bancakan negara-negara Eropa, dengan kata lain: negara-negara itu membagi-bagi jarahan tanah air negara lain yang kemudian diserahkan pada Yahudi melalui deklarasi Balfour.
Di tengah situasi yang berat seperti itu, Palestina masih mengajarkan kepada kita apa arti “ukhuwah” yang sesungguhnya dan kemerdekaan dari penjajahan Belanda.
Pada tanggal 6 September 1944, Mufti Besar Palestina Amin Al-Husaini mengirim surat ucapan selamat atas ‘pengakuan Jepang’ pada kemerdekaan Indonesia lewat Radio Berlin yang berbahasa Arab. Berita sensasional ini bahkan disiarkan sampai dua hari berturut-turut.
Harian Al Ahram yang berpengaruh di Mesir juga memuat berita tersebut. Hasilnya cukup membuat kelabakan Kedutaan Besar Belanda di Mesir. Mereka buru-buru membantah lewat harian Le Journal d’Egypte. Tidak heran karena Belanda ingin menjajah Indonesia lagi kalau Jepang sudah pergi dari Indonesia.
Namun kejutan dari mufti Palestina ini tidak terbendung pengaruhnya. Bantahan Belanda tidak digubris, karena memang sudah ketahuan niat busuknya.
Kemerdekaan Indonesia tersosialisasikan di Timur Tengah, bahkan sebelum proklamasi yang sebenarnya digaungkan. Hal ini menurut M. Zein Hassan dalam Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri yang dikutip oleh salah satu media local memberikan efek yang sangat positif bagi diplomasi Indonesia. Ia melempangkan jalan hubungan diplomatic dengan Pan Arab.
Diceritakan bahwa begitu mendengar ucapan selamat tersebut, dua orang mahasiswa Indonesia nekat datang ke kongres Pan Arab. Bayangin, dua mahasiswa datang ke tempat kumpulnya para pejabat se-Arab. Sejak saat itu hubungan diplomatic antara Indonesia dan negara-negara Arab terjalin dengan baik, sampai akhirnya negara-negara Arab menjadi negara-negara pertama yang mengakui secara de facto dan de jure kemerdekaan Indonesia yaitu pada tahun 1946.
Di dalam negeri Palestina sendiri, dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia sangat luar biasa. Tokoh Palestina lainnya M. Ali Taher, misalnya, ia segera mengambil uangnya di Bank dan menginfakkannya untuk perjuangan bangsa Indonesia. Tidak cuma itu, pada waktu Agresi Militer Belanda pada tanggal 21 Juli 1947 mereka langsung berteriak lantang mengutuknya.
Sami Taha, seorang pemimpin di Palestina, mengatakan bahwa Belanda yang dahulu pernah mengalami pahitnya pendudukan dan menjerit minta tolong dibebaskan, sekarang menginjak-injak kemerdekaan suatu bangsa. Ia juga menyebut agresi tersebut lebih kejam dari agresi Nazi dan Fasis di Eropa.
----
Dari berbagai sumber
----
Posting ini di tulis juga di Notes FBku pd Sunday, June 13, 2010 at 2:10am
Di tengah situasi yang berat seperti itu, Palestina masih mengajarkan kepada kita apa arti “ukhuwah” yang sesungguhnya dan kemerdekaan dari penjajahan Belanda.
Pada tanggal 6 September 1944, Mufti Besar Palestina Amin Al-Husaini mengirim surat ucapan selamat atas ‘pengakuan Jepang’ pada kemerdekaan Indonesia lewat Radio Berlin yang berbahasa Arab. Berita sensasional ini bahkan disiarkan sampai dua hari berturut-turut.
Harian Al Ahram yang berpengaruh di Mesir juga memuat berita tersebut. Hasilnya cukup membuat kelabakan Kedutaan Besar Belanda di Mesir. Mereka buru-buru membantah lewat harian Le Journal d’Egypte. Tidak heran karena Belanda ingin menjajah Indonesia lagi kalau Jepang sudah pergi dari Indonesia.
Namun kejutan dari mufti Palestina ini tidak terbendung pengaruhnya. Bantahan Belanda tidak digubris, karena memang sudah ketahuan niat busuknya.
Kemerdekaan Indonesia tersosialisasikan di Timur Tengah, bahkan sebelum proklamasi yang sebenarnya digaungkan. Hal ini menurut M. Zein Hassan dalam Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri yang dikutip oleh salah satu media local memberikan efek yang sangat positif bagi diplomasi Indonesia. Ia melempangkan jalan hubungan diplomatic dengan Pan Arab.
Diceritakan bahwa begitu mendengar ucapan selamat tersebut, dua orang mahasiswa Indonesia nekat datang ke kongres Pan Arab. Bayangin, dua mahasiswa datang ke tempat kumpulnya para pejabat se-Arab. Sejak saat itu hubungan diplomatic antara Indonesia dan negara-negara Arab terjalin dengan baik, sampai akhirnya negara-negara Arab menjadi negara-negara pertama yang mengakui secara de facto dan de jure kemerdekaan Indonesia yaitu pada tahun 1946.
Di dalam negeri Palestina sendiri, dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia sangat luar biasa. Tokoh Palestina lainnya M. Ali Taher, misalnya, ia segera mengambil uangnya di Bank dan menginfakkannya untuk perjuangan bangsa Indonesia. Tidak cuma itu, pada waktu Agresi Militer Belanda pada tanggal 21 Juli 1947 mereka langsung berteriak lantang mengutuknya.
Sami Taha, seorang pemimpin di Palestina, mengatakan bahwa Belanda yang dahulu pernah mengalami pahitnya pendudukan dan menjerit minta tolong dibebaskan, sekarang menginjak-injak kemerdekaan suatu bangsa. Ia juga menyebut agresi tersebut lebih kejam dari agresi Nazi dan Fasis di Eropa.
----
Dari berbagai sumber
----
Posting ini di tulis juga di Notes FBku pd Sunday, June 13, 2010 at 2:10am