Tersembunyi di balik benteng berupa bangunan pertokoan berlantai tiga, Monumen Soekarno di Banceuy hanya merupakan seonggok bangunan kecil yang tidak terurus.
Halamannya kumuh dan kotor. Rumput liar dibiarkan tumbuh. Karena jarang didatangi pengunjung, seorang laki-laki dewasa kencing seenaknya di pojok lahan monumen. Itulah pemandangan yang disaksikan pada suatu hari Minggu ( 14/3) pagi. Maka tak heran jika di sekitar monumen tercium tajam bau pesing.
Jauh dibandingkan dengan nama besar Soekarno sebagai Proklamator dan Presiden Republik Indonesia pertama, kondisi monumen tersebut tidak mencerminkan pengakuan terhadap sejarah penting tempat itu. Padahal, dari balik pintu besi berukuran 0,5 meter x 2 meter yang menutup ruang sempit 2 meter x 2,5 meter sel nomor ”5” Penjara Banceuy, Soekarno, yang saat itu baru berusia 29 tahun, dengan cemerlang menyusun pembelaannya yang terkenal: Indonesia Menggugat (Indonesie Klaagt Aan). Ia mengibaratkan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan ungkapan: ”Bahwasanya, matahari bukan terbit karena ayam jantan berkokok, akan tetapi ayam jantan berkokok karena matahari terbit!”
Masyarakat dan Pemerintah Kota Bandung seharusnya bangga bahwa kotanya bertorehkan tinta emas perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Di kota ini, Soekarno membangun kekuatan politiknya dengan mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia yang kemudian menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927, yakni sebuah kekuatan politik yang ditakuti oleh penjajah. Bahkan, dasar perjuangannya yang dilandasi Marhaenisme lahir setelah pertemuannya dengan Mang Marhaen, seorang petani kecil di Cibintinu, daerah pinggiran selatan kota Bandung.
Namun, karena kegiatan politiknya itu pula, Soekarno pertama kali mengalami dijebloskan ke Penjara Banceuy.
Penjara Banceuy
Nama Banceuy memiliki sejarah panjang. Ketika Gubernur Jenderal Hermann Willem Daendels (1808-1811) membangun Jalan Raya Pos (Grote Postweg), kampung kecil di dekat alun-alun Bandung itu dijadikan istal atau kandang kuda penghela kereta pos. Namun, sejak tahun 1871, Banceuy yang terletak di sebelah utara alun-alun dijadikan penjara.
Akan tetapi, siapa sangka Banceuy sebagai penjara paling tua yang pernah dihuni garong, rampok, dan pelaku kriminal lainnya kemudian dijadikan tempat Soekarno dan teman-teman seperjuangannya? Mereka secara sengaja ditempatkan di sel yang menghadap ke barat sehingga pada petang hari udara di dalam sel terasa lebih panas.
Penangkapan Soekarno dan teman-teman seperjuangannya dilatarbelakangi kekhawatiran Pemerintah Belanda melihat pertumbuhan massa PNI yang sangat pesat sehingga dikhawatirkan menjadi kekuatan yang membahayakan. Di bawah Soekarno, anggota PNI di Priangan, menurut Bernhard Dahm dalam Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan (LP3ES, 1987), selama periode 16 September-28 Desember 1929 sudah mencapai 5.746 orang. Dibandingkan dengan periode sebelumnya dari tanggal 4 Juli 1927 sampai 16 September 1929, jumlah ini memperlihatkan peningkatan rata-rata seribu anggota baru setiap bulannya.
Untuk memperluas pengaruhnya, Soekarno memutuskan tidak hanya melakukan kampanye politik di Priangan. Selama tiga hari dari tanggal 27-29 Desember 1929, ia melakukan kegiatan politik di Yogyakarta ditemani istrinya, Inggit Garnasih, dan dua pengurus PNI, yaitu Gatot Mangkoepradja dan Maskoen Somadiredja. Namun, sewaktu bermalam di rumah Mr Sujudi di Yogyakarta, mereka ditangkap.
Soekarno dan dua teman seperjuangannya pertama kali dimasukkan ke Penjara Mergangsan dan baru keesokan harinya diangkut dengan kereta api khusus ke Bandung. Namun, untuk mengelabui pengikut setianya di Bandung, kereta api tersebut hanya sampai Stasiun Cicalengka yang letaknya sekitar 20 kilometer arah timur kota Bandung. Dari tempat ini, rombongan Bung Karno diangkut dengan mobil khusus ke Penjara Banceuy.
Soekarno, yang sejak belajar di Technische Hogeschool/TH (kini Institut Teknologi Bandung/ITB) dikenal sebagai mahasiswa pesolek, menempati sel nomor ”5” tanpa memiliki fasilitas apa-apa. Tempat tidur merangkap tempat istirahat hanya dilapisi sehelai tikar daun pandan yang dilengkapi bantal kapuk yang sudah tipis, kain selimut, tempat minum yang terbuat dari seng, dan kaleng untuk menampung air kencing. Makan malam pertamanya berupa nasi rames yang dipesan dari warung Mang Madrawi yang berjualan di dekat Masjid Agung.
Selama dua bulan pertama, ia dilarang menerima kunjungan tamu, kecuali istrinya atau keluarga terdekat. Kunjungan hanya boleh dilakukan hari Selasa dan Jumat pada pukul 14.00-16.00. Baru pada bulan ketiga, pengawasannya lebih leluasa. Ia dibolehkan membaca buku-buku, kecuali buku politik. Pengetahuannya tentang dunia luar diketahui dengan membaca beberapa surat kabar yang diterimanya secara berantai. Surat kabar AID dan Preangerbode dikirim oleh Bos, sipir penjara yang bersimpati pada perjuangan Bung Karno. Surat kabar Sin Po dikirim oleh sesama penghuni penjara bernama Boen Kim Sioe. Seorang sipir lainnya, mantan Sersan KNIL Sariko, secara periodik mengirim surat kabar berbahasa Sunda, Sipatahunan.
Sukamiskin tempat kedua
Persidangan Soekarno dan teman-temannya dimulai sejak 18 Agustus 1930. Mereka dibela oleh Mr Sartono, Mr Sujudi, Mr Sastromuljono, dan ahli hukum R Idih Prawiradiputra. Persidangan berlangsung di ruang depan berukuran 3 meter x 6 meter yang separuh dindingnya dilapisi papan tipis sehingga mengurangi suara yang keluar. Walau demikian, masyarakat Priangan memperlihatkan perhatian yang luar biasa. Halaman Gedung Landraad, yang kini terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan, selalu dipenuhi pengunjung.
Selama persidangan, Komisaris HH Alberghs, yang menjadi saksi utama untuk penuntut umum, telah gagal membuktikan tuduhan adanya aksi subversif yang dilakukan Soekarno dan teman-temannya.
Kendati demikian, Jaksa Soemadisoerja dan Mr Roskot secara terus-menerus berusaha menekannya. Akhirnya, dalam putusan setebal 62 halaman yang dibacakan pada persidangan tanggal 22 Desember 1930, Soekarno dijatuhi hukuman empat tahun penjara, Gatot Mangkoepradja dua tahun penjara, dan Maskoen Somadiredja satu tahun delapan bulan penjara, serta Soepriadinata dijatuhi hukuman satu tahun tiga bulan penjara.
Soekarno dan teman-temannya naik banding, tetapi Raad van Justitie di Batavia dalam putusannya tanggal 17 April 1930 tetap menguatkan putusan Landraad Bandung. Sejak itu, Soekarno dan teman-temannya dipindahkan ke Penjara Sukamiskin. Ironisnya, penjara yang dirancang oleh Prof CP Wolff Schoemaker, gurunya semasa di TH, itu dibantu oleh Soekarno.
Masa tahanan Soekarno hanya berlangsung dua tahun dari empat tahun yang dijatuhi pengadilan. Namun, selama itu ia harus menderita lahir batin. Seperti narapidana lainnya, kepalanya digunduli. Sehari-hari ia bekerja memotong dan mengangkut kertas sehingga tenaganya terkuras habis.
Akan tetapi, pengalamannya yang getir tidak menyurutkan perjuangannya. Lagi-lagi karena kegiatan politiknya, pada tahun 1934 Soekarno mengalami pembuangan ke Endeh dan akhirnya dipindahkan ke Bengkulu.
Banceuy Lama Pergi, Banceuy Baru Datang, begitu judul tulisan pakar lingkungan Prof RE Soeriaatmadja menyambut penghancuran penjara tersebut. Penjara Banceuy dirobohkan pada tahun 1985 digantikan bangunan baru Banceuy Permai. Peletakan batu pertamanya dilakukan Wali Kota Ateng Wahyudi.
Untuk tidak menghilangkan sejarahnya, dua bagian dari bangunan penjara tersebut tetap dipertahankan. Selain sel nomor ”5”, menara pengawas yang terletak di sisi Jalan ABC tidak dibongkar. Mungkin agar anak cucu tidak lupa bahwa di tempat itu pernah berdiri penjara.
Akan halnya sel nomor ”5” yang terletak di tengah-tengah kompleks Banceuy Permai terkesan ”disembunyikan” dari pandangan orang-orang yang berlalu lintas di Jalan Banceuy sebagai jalur utama kegiatan ekonomi kota Bandung. Monumen tersebut berada di belakang pertokoan dengan jalan masuk mirip terowongan karena separuh bagian atasnya tertutup arkade. (Her Suganda, Wartawan Tinggal di Bandung),
Info ini saya dapatkan di http://cetak.kompas.com/re ad/xml/2010/04/01/02530871 /bau.pesing.di.monumen.soe karno yg ditulis oleh Her Suganda pd hari Kamis, 1 April 2010 | 02:53 WIB dan di tulis juga di Notes FBku pd Tuesday, June 1, 2010 at 12:44am
Halamannya kumuh dan kotor. Rumput liar dibiarkan tumbuh. Karena jarang didatangi pengunjung, seorang laki-laki dewasa kencing seenaknya di pojok lahan monumen. Itulah pemandangan yang disaksikan pada suatu hari Minggu ( 14/3) pagi. Maka tak heran jika di sekitar monumen tercium tajam bau pesing.
Jauh dibandingkan dengan nama besar Soekarno sebagai Proklamator dan Presiden Republik Indonesia pertama, kondisi monumen tersebut tidak mencerminkan pengakuan terhadap sejarah penting tempat itu. Padahal, dari balik pintu besi berukuran 0,5 meter x 2 meter yang menutup ruang sempit 2 meter x 2,5 meter sel nomor ”5” Penjara Banceuy, Soekarno, yang saat itu baru berusia 29 tahun, dengan cemerlang menyusun pembelaannya yang terkenal: Indonesia Menggugat (Indonesie Klaagt Aan). Ia mengibaratkan perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan ungkapan: ”Bahwasanya, matahari bukan terbit karena ayam jantan berkokok, akan tetapi ayam jantan berkokok karena matahari terbit!”
Masyarakat dan Pemerintah Kota Bandung seharusnya bangga bahwa kotanya bertorehkan tinta emas perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Di kota ini, Soekarno membangun kekuatan politiknya dengan mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia yang kemudian menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927, yakni sebuah kekuatan politik yang ditakuti oleh penjajah. Bahkan, dasar perjuangannya yang dilandasi Marhaenisme lahir setelah pertemuannya dengan Mang Marhaen, seorang petani kecil di Cibintinu, daerah pinggiran selatan kota Bandung.
Namun, karena kegiatan politiknya itu pula, Soekarno pertama kali mengalami dijebloskan ke Penjara Banceuy.
Penjara Banceuy
Nama Banceuy memiliki sejarah panjang. Ketika Gubernur Jenderal Hermann Willem Daendels (1808-1811) membangun Jalan Raya Pos (Grote Postweg), kampung kecil di dekat alun-alun Bandung itu dijadikan istal atau kandang kuda penghela kereta pos. Namun, sejak tahun 1871, Banceuy yang terletak di sebelah utara alun-alun dijadikan penjara.
Akan tetapi, siapa sangka Banceuy sebagai penjara paling tua yang pernah dihuni garong, rampok, dan pelaku kriminal lainnya kemudian dijadikan tempat Soekarno dan teman-teman seperjuangannya? Mereka secara sengaja ditempatkan di sel yang menghadap ke barat sehingga pada petang hari udara di dalam sel terasa lebih panas.
Penangkapan Soekarno dan teman-teman seperjuangannya dilatarbelakangi kekhawatiran Pemerintah Belanda melihat pertumbuhan massa PNI yang sangat pesat sehingga dikhawatirkan menjadi kekuatan yang membahayakan. Di bawah Soekarno, anggota PNI di Priangan, menurut Bernhard Dahm dalam Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan (LP3ES, 1987), selama periode 16 September-28 Desember 1929 sudah mencapai 5.746 orang. Dibandingkan dengan periode sebelumnya dari tanggal 4 Juli 1927 sampai 16 September 1929, jumlah ini memperlihatkan peningkatan rata-rata seribu anggota baru setiap bulannya.
Untuk memperluas pengaruhnya, Soekarno memutuskan tidak hanya melakukan kampanye politik di Priangan. Selama tiga hari dari tanggal 27-29 Desember 1929, ia melakukan kegiatan politik di Yogyakarta ditemani istrinya, Inggit Garnasih, dan dua pengurus PNI, yaitu Gatot Mangkoepradja dan Maskoen Somadiredja. Namun, sewaktu bermalam di rumah Mr Sujudi di Yogyakarta, mereka ditangkap.
Soekarno dan dua teman seperjuangannya pertama kali dimasukkan ke Penjara Mergangsan dan baru keesokan harinya diangkut dengan kereta api khusus ke Bandung. Namun, untuk mengelabui pengikut setianya di Bandung, kereta api tersebut hanya sampai Stasiun Cicalengka yang letaknya sekitar 20 kilometer arah timur kota Bandung. Dari tempat ini, rombongan Bung Karno diangkut dengan mobil khusus ke Penjara Banceuy.
Soekarno, yang sejak belajar di Technische Hogeschool/TH (kini Institut Teknologi Bandung/ITB) dikenal sebagai mahasiswa pesolek, menempati sel nomor ”5” tanpa memiliki fasilitas apa-apa. Tempat tidur merangkap tempat istirahat hanya dilapisi sehelai tikar daun pandan yang dilengkapi bantal kapuk yang sudah tipis, kain selimut, tempat minum yang terbuat dari seng, dan kaleng untuk menampung air kencing. Makan malam pertamanya berupa nasi rames yang dipesan dari warung Mang Madrawi yang berjualan di dekat Masjid Agung.
Selama dua bulan pertama, ia dilarang menerima kunjungan tamu, kecuali istrinya atau keluarga terdekat. Kunjungan hanya boleh dilakukan hari Selasa dan Jumat pada pukul 14.00-16.00. Baru pada bulan ketiga, pengawasannya lebih leluasa. Ia dibolehkan membaca buku-buku, kecuali buku politik. Pengetahuannya tentang dunia luar diketahui dengan membaca beberapa surat kabar yang diterimanya secara berantai. Surat kabar AID dan Preangerbode dikirim oleh Bos, sipir penjara yang bersimpati pada perjuangan Bung Karno. Surat kabar Sin Po dikirim oleh sesama penghuni penjara bernama Boen Kim Sioe. Seorang sipir lainnya, mantan Sersan KNIL Sariko, secara periodik mengirim surat kabar berbahasa Sunda, Sipatahunan.
Sukamiskin tempat kedua
Persidangan Soekarno dan teman-temannya dimulai sejak 18 Agustus 1930. Mereka dibela oleh Mr Sartono, Mr Sujudi, Mr Sastromuljono, dan ahli hukum R Idih Prawiradiputra. Persidangan berlangsung di ruang depan berukuran 3 meter x 6 meter yang separuh dindingnya dilapisi papan tipis sehingga mengurangi suara yang keluar. Walau demikian, masyarakat Priangan memperlihatkan perhatian yang luar biasa. Halaman Gedung Landraad, yang kini terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan, selalu dipenuhi pengunjung.
Selama persidangan, Komisaris HH Alberghs, yang menjadi saksi utama untuk penuntut umum, telah gagal membuktikan tuduhan adanya aksi subversif yang dilakukan Soekarno dan teman-temannya.
Kendati demikian, Jaksa Soemadisoerja dan Mr Roskot secara terus-menerus berusaha menekannya. Akhirnya, dalam putusan setebal 62 halaman yang dibacakan pada persidangan tanggal 22 Desember 1930, Soekarno dijatuhi hukuman empat tahun penjara, Gatot Mangkoepradja dua tahun penjara, dan Maskoen Somadiredja satu tahun delapan bulan penjara, serta Soepriadinata dijatuhi hukuman satu tahun tiga bulan penjara.
Soekarno dan teman-temannya naik banding, tetapi Raad van Justitie di Batavia dalam putusannya tanggal 17 April 1930 tetap menguatkan putusan Landraad Bandung. Sejak itu, Soekarno dan teman-temannya dipindahkan ke Penjara Sukamiskin. Ironisnya, penjara yang dirancang oleh Prof CP Wolff Schoemaker, gurunya semasa di TH, itu dibantu oleh Soekarno.
Masa tahanan Soekarno hanya berlangsung dua tahun dari empat tahun yang dijatuhi pengadilan. Namun, selama itu ia harus menderita lahir batin. Seperti narapidana lainnya, kepalanya digunduli. Sehari-hari ia bekerja memotong dan mengangkut kertas sehingga tenaganya terkuras habis.
Akan tetapi, pengalamannya yang getir tidak menyurutkan perjuangannya. Lagi-lagi karena kegiatan politiknya, pada tahun 1934 Soekarno mengalami pembuangan ke Endeh dan akhirnya dipindahkan ke Bengkulu.
Banceuy Lama Pergi, Banceuy Baru Datang, begitu judul tulisan pakar lingkungan Prof RE Soeriaatmadja menyambut penghancuran penjara tersebut. Penjara Banceuy dirobohkan pada tahun 1985 digantikan bangunan baru Banceuy Permai. Peletakan batu pertamanya dilakukan Wali Kota Ateng Wahyudi.
Untuk tidak menghilangkan sejarahnya, dua bagian dari bangunan penjara tersebut tetap dipertahankan. Selain sel nomor ”5”, menara pengawas yang terletak di sisi Jalan ABC tidak dibongkar. Mungkin agar anak cucu tidak lupa bahwa di tempat itu pernah berdiri penjara.
Akan halnya sel nomor ”5” yang terletak di tengah-tengah kompleks Banceuy Permai terkesan ”disembunyikan” dari pandangan orang-orang yang berlalu lintas di Jalan Banceuy sebagai jalur utama kegiatan ekonomi kota Bandung. Monumen tersebut berada di belakang pertokoan dengan jalan masuk mirip terowongan karena separuh bagian atasnya tertutup arkade. (Her Suganda, Wartawan Tinggal di Bandung),
Info ini saya dapatkan di http://cetak.kompas.com/re