foto : presstv.ir/ |
Palestina menorehkan sejarah dalam perjuangan menuju kemerdekaan. Dalam pemungutan suara yang digelar Badan PBB untuk Sains, Pendidikan, dan Kebudayaan atau United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO), Senin 31 Oktober 2011, 107 negara anggota mendukung keinginan Palestina untuk bergabung. Sebanyak 14 negara menolak, 52 negara lain tak memberikan suara.
Kemenangan Palestina sangat meyakinkan karena hanya dibutuhkan 81 suara untuk mendukung keanggotaan Palestina. Tepuk tangan dan teriakan dukungan pun membahana di markas besar lembaga tersebut saat Palestina dipastikan menjadi anggota. “Hidup Palestina!” teriak para pendukung.
Seperti telah diduga, Amerika Serikat, Kanada, Jerman, dan 11 negara lainnya menolak keanggotaan Palestina. Tapi Palestina mendapat dukungan penuh dari Rusia, Cina, India, Afrika Selatan, Brasil, dan Prancis.
Kemenangan ini memberikan hak bagi Palestina untuk mendaftarkan situs-situs bersejarahnya masuk daftar warisan dunia. “Ini hak Palestina. Kami memiliki budaya dan warisan sejarah untuk dilindungi,” kata Omar Awadallah, pejabat luar negeri Palestina untuk PBB, sebelum pemungutan suara.
Hasil pemungutan suara ini juga menunjukkan badan dunia tersebut berani menantang negara adidaya seperti Amerika Serikat.
Duta Besar Amerika Serikat untuk UNESCO, David Killion, mengatakan diterimanya Palestina sebagai anggota akan membuat lembaga tersebut berada dalam posisi sulit. Sebab, Kongres Amerika Serikat telah mengancam akan menghentikan bantuan dana sebesar US$ 80 juta atau Rp 706 miliar, jika Palestina masuk sebagai anggota. Nilai ini setara dengan 22 persen keseluruhan anggaran lembaga itu.
”Saya sangat prihatin dengan keberlangsungan organisasi,” ucap Direktur Jenderal UNESCO kepada Financial Times, menanggapi sikap Amerika Serikat itu. Ia mengingatkan Amerika bahwa lembaganya telah berjasa besar mendukung kebijakan negara adidaya tersebut di Irak dan Afganistan.
Duta Besar Israel untuk UNESCO, Nimrod Barkan, menyebut hasil ini sebagai sebuah tragedi. “UNESCO seharusnya berurusan dengan ilmu, bukan dengan fiksi ilmiah. Mereka memaksa lembaga ini berjalan di luar khittah-nya,” ucapnya.
Sumber : www.tempointeraktif.com