Berdirinya kerajaan kecil di tatar Pasundan yang tlh menurunkan para Bupati di 3 (tiga) tempat ini tidak terlepas dari runtuhnya kerajaan yang besar di Pulau Jawa (Majapahit).
Saat kerajaan Majapahit runtuh, Majapahit dipimpin oleh Prabu Brawijaya V. Pada masa pemerintahannya sering terjadi pemberontakan dan kekacauan yg ingin menjatuhkan kekuasaannya. Keadaan Majapahit pun rawan disintegrasi karena para pangeran dan elit politik saling sikut, saling curiga dan saling menjatuhkan…. hehe… jadi ingat masa sekarang????
Ditengah-tengah kancah politik yg tdk menentu itu membuat rakyat bingung untuk mencari panutan dan penuntun hidup. Pada saat situasi yg genting itulah Islam dtg membawa dan menawarkan konsep jelas lagi nyata untuk mencapai kehidupan yg hakiki dan universal dikalangan umat. Disaat itu pula Rakyatpun datang untuk memeluknya.
Prabu Brawijaya V naik takhta dari tahun 1468 – 1478.
Prabu Brawijaya V atau Bhre Kertabumi ini adalah anak bungsu Bhre Pamotan alias Sang Sinagara atau Dyah Wijayakusumah atau lbh dikenal dgn nama Prabu Sri Rajasawardhana atau Prabu Brawijaya II yg memerintah Raja Majapahit dari thn 1451 – 1453.
Prabu Brawijaya menikahi Putri dari Campa yg bernama Ratu Handarawati atau Ratu Andarwati atau Dewi Murtaningrum dan dari pernikahan tsb dikaruniai tiga orang anak:
1. Nyi Raden Andayaningrat alias Putri Ratna Pembayun atau lebih dikenal dgn nama Rd. Ayu Ajeng Pembayun atau Ratu Pembayun alias Ratu Sulung
2. Raden Lembu Petang alias Bondan Kejawan yg menjadi Adipati ing Madura
3. Raden Gugur atau lbh dikenal dgn nama Raden Patah yg menjadi Sultan Demak I dgn gelar Sultan Syah Alam Akbar I (Bratadingrat, 1990)
Ket :
1]. Nyi Raden Andayaningrat alias Putri Ratna Pembayun atau lbh dikenal dgn nama Rd. Ayu Ajeng Pembayun atau Ratu Pembayun alias Ratu Sulung bersuami Adipati Jayadiningrat atau Adipati Andayaningrat atau Prabu Handayaningrat atau Ki Ageng Pengging II mempunyai putra :
Ki Ageng Penging III atau Bupati Pengging atau yg lbh dkenal dgn julukan Kebo Kenongo mempunyai putra :
Jaka Tingkir atau Mas Karebet yang menjadi Sultan di Pajang (1568) dengan nama Sultan Hadiwijaya atau Adiwijaya dan menikah dengan Putrinya Raden Trenggono ( Sultan Demak III) yang bernama Putri Ayu Pembayun atau Putri Ratumas Cempa dan mempunyai putera yang bernama Pangeran Benawa/Benowo mempunyai cucu Pangeran Kusumahdiningrat yang kelak menurunkan keturunnya jadi Bupati-Bupati di Sukapura termasuk kepada kita yang sedang baca ini. Ehm! Ehm! Geuningan urang teh nyak!!!
2]. Raden Lembu Petang alias Bondan Kejawan beristri Rd. A. Nawangsih mempunyai putra Ki Taruh mempunyai putra ;
Ki Getas Pandawa mempunyai putra ;
Ki Ageng Selo (Abdurahman Selo) mempunyai putra ;
Kyai Ageng Genis yang lebih dikenal dengan nama Enis mempunyai putra ;
Kyai Ageng Pamanahan mempunyai putra ;
Sutawijaya yang menjadi Senopati th. 1555 – 1601 mempunyai putra ;
Sunan Seda Krapyak Pangeran Jolang yang menjadi Sultan Mataram ke I th. 1601 – 1613 mempunyai putra ;
Sultan Agung Hanyokrowati atau yang orang Jawa terkenal dengan nama Hanyokrokusumo atau Hanyokrowati yang menjadi Raja Mataram ke II yang sangat terkenal, yang memerintah dari th. 1613 – 1645.
3]. Raden Patah yg menjadi Sultan Demak I mempunyai putra ;
Raden Trenggono yg menjadi Sultan Demak III th. 1521 – 1546 dan ada putrinya yg menikah dgn Jaka Tingkir....
NB : Ir. Soekarno, Gus Dur dan Soesilo Bambang Yudhoyono, di buku Biografi atau Otobiografinya adalah turunan Raden Patah (Sultan Demak).
Karena di Majapahit terjadi pemberontakan dan perebutan kekuasaan, maka Pangeran Kusumahdiningrat meninggalkan Majapahit dan mengasingkan diri ke tatar Pasundan dengan diiringi oleh seorang pengiring yang setia yaitu Arya Damar.
Pangeran Kusumah Diningrat menikah dgn seorang gadis Pasundan dan dianugerahi dua orang putra yaitu :
A. Nyi Raden Agung
B. Raden Wiraha yg kelak menurunkan di lima wilayah ( Manangel, Cibeuti, Cihaurbeuti, Dawagung, Cibuni Agung)
Pangeran Kusumahdiningrat wafat dan dimakamkan di Cikunten Singaparna di Kampung Badakpaeh sdgkan pengiring setianya (Arya Damar) dimakamkan di Pananjung Cibuni Agung.
Jaka Tingkir atau Mas Karebet yang menjadi Sultan di Pajang (1568) dengan nama Sultan Hadiwijaya atau Adiwijaya dan menikah dengan Putrinya Raden Trenggono ( Sultan Demak III) yang bernama Putri Ayu Pembayun atau Putri Ratumas Cempa dan mempunyai putera yang bernama Pangeran Benawa/Benowo mempunyai cucu Pangeran Kusumahdiningrat yang kelak menurunkan keturunnya jadi Bupati-Bupati di Sukapura termasuk kepada kita yang sedang baca ini. Ehm! Ehm! Geuningan urang teh nyak!!!
2]. Raden Lembu Petang alias Bondan Kejawan beristri Rd. A. Nawangsih mempunyai putra Ki Taruh mempunyai putra ;
Ki Getas Pandawa mempunyai putra ;
Ki Ageng Selo (Abdurahman Selo) mempunyai putra ;
Kyai Ageng Genis yang lebih dikenal dengan nama Enis mempunyai putra ;
Kyai Ageng Pamanahan mempunyai putra ;
Sutawijaya yang menjadi Senopati th. 1555 – 1601 mempunyai putra ;
Sunan Seda Krapyak Pangeran Jolang yang menjadi Sultan Mataram ke I th. 1601 – 1613 mempunyai putra ;
Sultan Agung Hanyokrowati atau yang orang Jawa terkenal dengan nama Hanyokrokusumo atau Hanyokrowati yang menjadi Raja Mataram ke II yang sangat terkenal, yang memerintah dari th. 1613 – 1645.
3]. Raden Patah yg menjadi Sultan Demak I mempunyai putra ;
Raden Trenggono yg menjadi Sultan Demak III th. 1521 – 1546 dan ada putrinya yg menikah dgn Jaka Tingkir....
NB : Ir. Soekarno, Gus Dur dan Soesilo Bambang Yudhoyono, di buku Biografi atau Otobiografinya adalah turunan Raden Patah (Sultan Demak).
Karena di Majapahit terjadi pemberontakan dan perebutan kekuasaan, maka Pangeran Kusumahdiningrat meninggalkan Majapahit dan mengasingkan diri ke tatar Pasundan dengan diiringi oleh seorang pengiring yang setia yaitu Arya Damar.
Pangeran Kusumah Diningrat menikah dgn seorang gadis Pasundan dan dianugerahi dua orang putra yaitu :
A. Nyi Raden Agung
B. Raden Wiraha yg kelak menurunkan di lima wilayah ( Manangel, Cibeuti, Cihaurbeuti, Dawagung, Cibuni Agung)
Pangeran Kusumahdiningrat wafat dan dimakamkan di Cikunten Singaparna di Kampung Badakpaeh sdgkan pengiring setianya (Arya Damar) dimakamkan di Pananjung Cibuni Agung.
Mimpi yg ditransfer
Pada suatu malam Nyi Raden Agung bermimpi menunggangi seekor Gajah dan dipayungi dgn kebesaran. Nyi Raden Agung adalah seorg yang gemar tapa serta senang mempelajari ilmu kesaktian maka mimpi tsb dapat dengan mudah ditafsirkan arti dari mimpinya itu yakni beliau dan keturunannya akan menjadi seorang pembesar yang turun temurun.
Karena beliau seorang wanita maka mimpi dan artinya ditransfer pada adik yang tercinta yaitu Raden Wiraha dgn beberapa syarat yang diajukannya kelak jika adiknya telah menjadi seorang pembesar. Persyaratannya itu adalah :
Keturunan Nyi Raden Agung tidak boleh dipekerjakan menjadi :
a. Seorang Penyabit Rumput
b. Menjadi Pengasuh
c. Menjadi pembantu Rumah Tangga
Jika ketiga syarat itu dilanggar maka baik yg bekerja atau yg dipekerjakan akan mendapat celaka. Setelah persyaratannya itu dipenuhi maka Nyi Raden Agung mentransfer mimpinya pada adiknya yg tercinta.
Nyi Raden Agung menikah dgn Galuh Imbanegara, anak keturunannya berada di Sukakerta (Skrg Sukaraja) di Kampung Cipinaha dan di Maniis.
Sementara adiknya Raden Wiraha menikah dgn seorang anak dari dalem Sukakerta Brajayudha dan memiliki 5 org putra yaitu ;
1. Raden Wirawangsa
2. Raden Astrawangsa
3. Raden Pranawangsa
4. Raden Nakahita
5. Nyi raden Bagus Kholifah
Raden Wirawangsa dan saudara-saudaranya hidup sezaman dgn Sultan Agung Mataram II Sultan Agung Hanyokrowati.
Cikal Bakal Sukapura
Karena kekuasaan Sultan Agung Mataram II begitu luas sepertihalnya masa keemasan Majapahit tempo dulu. Maka seluruh Pulau Jawa pun ada dibawah kendali dan perintahnya. Hingga pada suatu ketika datang perintah dari Sultan Agung kepada Bupati di tatar Pasundan yg pusat pemerintahannya berada di Sumedang, agar mempersiapkan pasukan untuk menyerang Sumenep Madura.
Maka Bupati Sumedang beserta pasukannya berangkat untuk menyerang Sumenep di Madura. Namun tugas yg diemban oleh Bupati Sumedang untuk menaklukan Sumenep Madura gagal selanjutnya Bupati Sumedang dibuang kedaerah terpencil yaitu Gajahmati.
Sultan Agung lalu menitahkan pada Dipati Ukur untuk menggantikan kedudukan Pangeran Sumedang menjabat sebagai Bupati.
Setelah Dipati Ukur menjabat sbg Bupati di Tatar Pasundan yg pusat pemerintahannya di Sumedang lalu Sultan Agung menugaskan Dipati Ukur untuk bersama-sama pasukan Banureksa menyerang VOC yg berpusat di Jayakarta.
Pada tahun 1628 terjadi penyerangan pertama pasukan gabungan menyerang Belanda di Jayakarta. Dari darat dipimpin oleh Dipati Ukur sementara dari lautan dipegang oleh pasukan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur dibawah komando Banureksa, Pasukan gabungan itu bergerak bagaikan air bah.
Tugas yg diemban Dipati Ukur untuk mengusir Belanda dari tanah Jawa gagal selanjutnya Dipati Ukur melarikan diri bersama tiga orang Wadana yaitu Wadana Saunggantung, Wadana Taraju dan Wadana Malangbong. Mereka menghindar dari hukuman Sultan Agung sehingga kursi kepemimpinan di Sumedang kosong selama 9 Bulan.
Untuk menghindari kekosongan kepemimpinan tsb maka Sultan Agung mengangkat Raden Wirawangsa menjabat sebagai Bupati.
Dipati Ukur dan ketiga Wedana yg melarikan diri dapat ditangkap dan ditaklukan oleh Raden Wirawangsa yang dibantu oleh 3 (tiga) orang menak yakni:
1. Raden Astramanggala dari Cihaurbeuti
2. Raden Ewingsarana dari Indihiang
3. Raden Somahita dari Sukakerta.
Karena jasanya berhasil menaklukan Dipati Ukur dan tiga orang Wadana maka Raden Wirawangsa dianugerahi gelar kehormatan oleh Sultan Agung yakni Raden Tumenggung Wiradadaha yg memerintah 12 Kawedanaan yaitu
1. Sukakerta
2. Kalapa Genep
3. Linggasari
4. Parakan Tilu (Pameungpeuk)
5. Parung
6. Karang
7. Bojong Eureun
8. Suci (Garut bagian Timur)
9. Panembong (Garut)
10. Cisalak (Subang bagian Selatan)
11. Nagara (kandang wesi / Batuwangi)
12. Cidamar (Cidaun / Sindangbarang)
Setelah Raden Wirangsa menerima gelar kehormatan dan pengukuhan jabatan maka beliau mengalihkan pusat pemerintahannya dari Sumedang ke Sukapura. Dari beliaulah cikal bakalnya Sukapura sampai menjadi Tasikmalaya sekarang. Untuk selanjutnya lihat Sejarah Sukapura dan Para Bupati Sukapura sampai sekarang (Tasikmalaya)
Referensi :
- Sejarah Raja-Raja Jawa, Dr. Purwadi, M. Hum, 2007
- Bupati Tasikmalaya Dari Masa Ke Masa, Afrudin Achmad, Tasikmalya, 2001.
- Bausastra Jawa, S. Praworoatmodjo, Jakarta, 1996
- Pahlawan Dipanagara Berjuang, Sagimun M.D, Jakarta, 1986
- Sejarah Pasarean Mataram I, Jogyakarta, 1928
- Sejarah Sukapura, R. Achmad Suhara, Tasikmalaya, 1901