Saya pernah membaca buku tentang Revolusi Perancis karangan sejarahwan terkemuka Indonesia, Sartono Kartodirjo. Buku tebal yang menceritakan secara detil peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum, selama dan setelah Revolusi Perancis tahun 1789 itu sama sekali tidak menyebutkan "jew factor" dalam peristiwa sejarah itu.
Saya baru "ngeh" adanya "jew factor" dalam peristiwa tersebut setelah melihat film tentang Napoleon Bonaparte. Saat Napoleon masih menjadi seorang perwira muda, ditunjukkan dalam film itu bahwa struktur pemerintahan Perancis paska Revolusi Perancis sangat tipikal yahudi, mirip model pemerintahan komunis dengan Dewan Revolusi dan komisaris-komisarisnya yang menjadi pengawas birokrasi pemerintahan dan militer. Model pemerintahan seperti ini sebenarnya juga ditiru oleh Adolf Hitler yang dengannya ia mampu mengkonsolidasikan kekuatan untuk digunakannya melawan yahudi. Senjata makan tuan, mungkin demikian pikir Hitler kala itu.
Saya baru "ngeh" adanya "jew factor" dalam peristiwa tersebut setelah melihat film tentang Napoleon Bonaparte. Saat Napoleon masih menjadi seorang perwira muda, ditunjukkan dalam film itu bahwa struktur pemerintahan Perancis paska Revolusi Perancis sangat tipikal yahudi, mirip model pemerintahan komunis dengan Dewan Revolusi dan komisaris-komisarisnya yang menjadi pengawas birokrasi pemerintahan dan militer. Model pemerintahan seperti ini sebenarnya juga ditiru oleh Adolf Hitler yang dengannya ia mampu mengkonsolidasikan kekuatan untuk digunakannya melawan yahudi. Senjata makan tuan, mungkin demikian pikir Hitler kala itu.
Dan saya baru mengetahui "jew factor" sebenarnya dalam peristiwa Revolusi Perancis setelah membaca sebuah artikel di sebuah situs yang ingin saya bagi dengan para pembaca blog ini.
Revolusi Perancis adalah sebuah peristiwa sejarah terbesar setelah runtuhnya kemaharajaan Romawi. Bagi orang-orang yahudi "penguasa belakang layar" sendiri Revolusi Perancis adalah sebuah "keberhasilan terbesar" meski bukan keberhasilan pertama mereka dalam hal menumbangkan sebuah pemerintahan yang telah mapan selama ratusan tahun.
Revolusi Perancis telah didahului oleh peristiwa Perang Sipil Inggris satu setengah abad sebelumnya yang "berhasil" menumbangkan dan menghukum pancung Raja Charles I dan secara efektif mengurangi kekuatan politik raja-raja Inggris. Meski sebagaimana paska Revolusi Perancis, paska Perang Sipil Inggris sempat diperintah oleh regim kejam yang membunuhi ribuan rakyat Inggris, struktur sosial, politik, budaya dan identitas Inggris tidak banyak berubah. Bahkan kemudian putra Charles I, yaitu Charles II, mampu kembali berkuasa dan menghukum mati musuh-musuh ayahnya ---meski kemudian Charles II pun ditumbangkan oleh konspirasi yahudi dengan menggunakan tangan seorang bangsawan Belanda, Williems Oranje---. Paska Revolusi Perancis, seluruh stuktur sosial, konstitusi hingga identitas Perancis termasuk mata uang dan benderanya, berubah total.
Peristiwa seperti itu sudah seharusnya mendapat perhatian besar, mengingat kemudian peristiwa-peristiwa sejenis, di mana konspirasi yahudi menjadi penyebabnya, terjadi di berbagai belahan dunia. Di kalangan masyarakat Eropa yang paling dikenang tentu adalah Revolusi Bolshevik di Rusia. Sedang di kalangan Islam adalah Revolusi Turki yang menumbangkan kekhalifahan Usmani.
Perlu dicatat bahwa Revolusi Perancis sama sekali bukan "pekerjaan" orang-orang Perancis yang ditujukan demi kebaikan rakyat Perancis. Revolusi Perancis digerakkan oleh agen-agen kepentingan asing (yahudi kapitalis internasional) dengan tujuan menghancurkan seluruh stuktur masyarakat dan negara Perancis untuk digantikan dengan "orde baru" yang sesuai dengan kepentingan asing.
Fakta bahwa kepentingan asing berada di balik Revolusi Perancis tidak saja dikemukakan oleh sejarahwah Sir Walter Scott, namun juga tokoh gerakan itu sendiri, Robes Pierre. Keduanya menyebutkan bahwa "orang-orang asing berada di tempat tinggi di Dewan Revolusi".
Hal ini pun dikonfirmasi oleh dokumen Protocols of Learned Elders of Zion (Protocols of Zion), dokumen rahasia yang memuat rencana dominasi dunia oleh tokoh-tokoh yahudi. Protokol ketujuh dan pertama dokumen itu mengatakan:
"Ingat dengan Revolusi Perancis yang kepadanya kita menyebutkan sebagai keberhasilan besar. Rahasia dari persiapannya dikenal luas di kalangan kita karena sesungguhnya itu adalah pekerjaan kita."
"Kitalah yang pertama kali berteriak di antara massa 'Liberty, Equality, Fraternity.' Orang-orang gentile (non-yahudi) bodoh berdatangan dari seluruh penjuru untuk memakan umpan itu, dan bersama mereka melakukan "kebaikan untuk dunia". Bahkan orang-orang bijak dari gentile sedemikian bodohnya sehingga tidak mengerti bahwa dalam realitas tidak pernah ada persamaan dan kebebasan."
Jika kita mengaitkan peristiwa-peristiwa sejenis di Inggris (1640), Perancis (1789), Jerman dan Hungaria (1918-19), dan Spanyol (1936), kita akan merakan sebuah drama realitas yang mencengangkan.
"Revolusi adalah pukulan yang menghantam seorang yang lumpuh."
Namun demikian keberhasilan sebuah revolusi tergantung pada persiapannya yang memiliki kharakter: terorganisir rapi dan luas, sumber daya yang besar, kerahasiaan yang tinggi, dan tentu saja disertai dengan kelicikan yang luar biasa.
Adalah sangat mengherankan bahwa segerombolan orang, atau katakan suatu gerakan masyarakat mau melakukan sebuah revolusi karena membutuhkan ongkos yang sangat mahal dan berbahaya serta membutuhkan operasi yang rumit.
Proses pengorganisasian sebuah gerakan revolusi dimulai dengan berbagai upaya melumpuhkan "sasaran" dan dilanjutkan dengan pukulan akhir terhadap sasaran yang telah lumpuh. Pada tahap pertama-lah, perlunya kerahasiaan yang sangat vital. Dampak-dampak yang tampak pada tahap ini misalnya adalah: melonjaknya beban hutang negara, ketidak berdayaan birokrasi mengontrol aparatnya, "lemahnya" wibawa pemerintah di mata masyarakat, dan tentu saja munculnya kelompok-kelompok kepentingan asing yang bersifat rahasia di negara sasaran.
Hutang, terutama luar negeri, adalah jeratan pertama yang paling simpel. Dengan hutang ini penguasa negara sasaran menjadi lemah posisi tawarnya terhadap pengaruh asing. Pada saat negara sasaran menjadi lemah, mereka tidak kuasa menolak kepentingan asing yang mulai menjerat seluruh struktur politik, sosial dan ekonomi negara sasaran.
Selanjutnya baru disusunlah rencana akhir berupa revolusi, gerakan massa hingga kerusuhan sosial untuk menumbangkan regim pemerintah. Tentu saja semuanya diawali dengan munculnya fenomena korupsi yang merajalela atau krisis ekonomi yang menimbulkan kekecewaan massa. (Masih ingat gerakan Reformasi 1998? Meski saya termasuk orang yang pertama sujud syukur karena tumbangnya Soeharto, kini saya sadar sepenuhnya, gerakan itu bukanlah sepenuhnya gerakan murni masyarakat).
Pada awal dekade 1780-an kelumpuhan finansial mulai terasa di Perancis saat bankir-bankir yahudi mulai bercokol kuat di Perancis.
"Mereka menguasai sebagian besar stok emas dan perak dunia hingga mampu membuat seluruh Eropa menjadi debitur mereka, khususnya Perancis," tulis Sir Walter Scott dalam "Life of Napoleon".
"Perubahan fundamental terjadi dalam struktur ekonomi Eropa dimana kelompok elit masyarakat berubah menjadi kelompok terhutang (debitur). Pada masa lalu, tingkat kesejahteraan diukur dengan kepemilikan tanah dan bangunan, ladang, ternak dan tambang, namun dengan struktur yang baru segalanya diukur dengan uang yang pada dasarnya merupakan surat hutang (kredit)."
Hutang yang dipikul kerajaan Perancis saat itu sebenarnya tidak terlalu besar jika dihitung dengan nilai properti milik kerajaan, namun menjadi sangat besar saat dihitung dalam bentuk emas, dan menjadi alasan menteri keuangan untuk mencetak uang berdasarkan nilai tanah dan aset-aset riel kerajaan lainnya. Situasi ini dikondisikan dari satu pejabat keuangan satu ke pejabat keuangan lainnya yang tidak bisa atau memang sengaja tidak ingin melepaskan diri dari genggaman sistem keuangan internasional yang diciptakan para bankir yahudi.
Dalam kondisi seperti itu, surat hutang pemerintah semakin besar dan berat bebannya, karena hutang dihitung berdasar ukuran emas dan perak yang tidak diproduksi oleh Perancis. Dan siapa yang paling diuntungkan dengan perubahan stuktur ekonomi ini? Para spekulator emas dan perak yang telah sukses menjungkir balikkan keuangan Eropa, menggantikan aset-aset riel dengan hutang berbunga.
"Standar emas telah menghancurkan negara-negara yang mengadopsinya, karena kegagalan memenuhi kebutuhan uang, labih jauh kita telah menghilangkan emas dari peredaran." "Hutang mengayun seperti pedang Damocles di antara leher para penguasa yang datang merengek untuk diberikan pinjaman." (Protocols of Learned Elders of Zion)
Revolusi Perancis adalah sebuah peristiwa sejarah terbesar setelah runtuhnya kemaharajaan Romawi. Bagi orang-orang yahudi "penguasa belakang layar" sendiri Revolusi Perancis adalah sebuah "keberhasilan terbesar" meski bukan keberhasilan pertama mereka dalam hal menumbangkan sebuah pemerintahan yang telah mapan selama ratusan tahun.
Revolusi Perancis telah didahului oleh peristiwa Perang Sipil Inggris satu setengah abad sebelumnya yang "berhasil" menumbangkan dan menghukum pancung Raja Charles I dan secara efektif mengurangi kekuatan politik raja-raja Inggris. Meski sebagaimana paska Revolusi Perancis, paska Perang Sipil Inggris sempat diperintah oleh regim kejam yang membunuhi ribuan rakyat Inggris, struktur sosial, politik, budaya dan identitas Inggris tidak banyak berubah. Bahkan kemudian putra Charles I, yaitu Charles II, mampu kembali berkuasa dan menghukum mati musuh-musuh ayahnya ---meski kemudian Charles II pun ditumbangkan oleh konspirasi yahudi dengan menggunakan tangan seorang bangsawan Belanda, Williems Oranje---. Paska Revolusi Perancis, seluruh stuktur sosial, konstitusi hingga identitas Perancis termasuk mata uang dan benderanya, berubah total.
Peristiwa seperti itu sudah seharusnya mendapat perhatian besar, mengingat kemudian peristiwa-peristiwa sejenis, di mana konspirasi yahudi menjadi penyebabnya, terjadi di berbagai belahan dunia. Di kalangan masyarakat Eropa yang paling dikenang tentu adalah Revolusi Bolshevik di Rusia. Sedang di kalangan Islam adalah Revolusi Turki yang menumbangkan kekhalifahan Usmani.
Perlu dicatat bahwa Revolusi Perancis sama sekali bukan "pekerjaan" orang-orang Perancis yang ditujukan demi kebaikan rakyat Perancis. Revolusi Perancis digerakkan oleh agen-agen kepentingan asing (yahudi kapitalis internasional) dengan tujuan menghancurkan seluruh stuktur masyarakat dan negara Perancis untuk digantikan dengan "orde baru" yang sesuai dengan kepentingan asing.
Fakta bahwa kepentingan asing berada di balik Revolusi Perancis tidak saja dikemukakan oleh sejarahwah Sir Walter Scott, namun juga tokoh gerakan itu sendiri, Robes Pierre. Keduanya menyebutkan bahwa "orang-orang asing berada di tempat tinggi di Dewan Revolusi".
Hal ini pun dikonfirmasi oleh dokumen Protocols of Learned Elders of Zion (Protocols of Zion), dokumen rahasia yang memuat rencana dominasi dunia oleh tokoh-tokoh yahudi. Protokol ketujuh dan pertama dokumen itu mengatakan:
"Ingat dengan Revolusi Perancis yang kepadanya kita menyebutkan sebagai keberhasilan besar. Rahasia dari persiapannya dikenal luas di kalangan kita karena sesungguhnya itu adalah pekerjaan kita."
"Kitalah yang pertama kali berteriak di antara massa 'Liberty, Equality, Fraternity.' Orang-orang gentile (non-yahudi) bodoh berdatangan dari seluruh penjuru untuk memakan umpan itu, dan bersama mereka melakukan "kebaikan untuk dunia". Bahkan orang-orang bijak dari gentile sedemikian bodohnya sehingga tidak mengerti bahwa dalam realitas tidak pernah ada persamaan dan kebebasan."
Jika kita mengaitkan peristiwa-peristiwa sejenis di Inggris (1640), Perancis (1789), Jerman dan Hungaria (1918-19), dan Spanyol (1936), kita akan merakan sebuah drama realitas yang mencengangkan.
"Revolusi adalah pukulan yang menghantam seorang yang lumpuh."
Namun demikian keberhasilan sebuah revolusi tergantung pada persiapannya yang memiliki kharakter: terorganisir rapi dan luas, sumber daya yang besar, kerahasiaan yang tinggi, dan tentu saja disertai dengan kelicikan yang luar biasa.
Adalah sangat mengherankan bahwa segerombolan orang, atau katakan suatu gerakan masyarakat mau melakukan sebuah revolusi karena membutuhkan ongkos yang sangat mahal dan berbahaya serta membutuhkan operasi yang rumit.
Proses pengorganisasian sebuah gerakan revolusi dimulai dengan berbagai upaya melumpuhkan "sasaran" dan dilanjutkan dengan pukulan akhir terhadap sasaran yang telah lumpuh. Pada tahap pertama-lah, perlunya kerahasiaan yang sangat vital. Dampak-dampak yang tampak pada tahap ini misalnya adalah: melonjaknya beban hutang negara, ketidak berdayaan birokrasi mengontrol aparatnya, "lemahnya" wibawa pemerintah di mata masyarakat, dan tentu saja munculnya kelompok-kelompok kepentingan asing yang bersifat rahasia di negara sasaran.
Hutang, terutama luar negeri, adalah jeratan pertama yang paling simpel. Dengan hutang ini penguasa negara sasaran menjadi lemah posisi tawarnya terhadap pengaruh asing. Pada saat negara sasaran menjadi lemah, mereka tidak kuasa menolak kepentingan asing yang mulai menjerat seluruh struktur politik, sosial dan ekonomi negara sasaran.
Selanjutnya baru disusunlah rencana akhir berupa revolusi, gerakan massa hingga kerusuhan sosial untuk menumbangkan regim pemerintah. Tentu saja semuanya diawali dengan munculnya fenomena korupsi yang merajalela atau krisis ekonomi yang menimbulkan kekecewaan massa. (Masih ingat gerakan Reformasi 1998? Meski saya termasuk orang yang pertama sujud syukur karena tumbangnya Soeharto, kini saya sadar sepenuhnya, gerakan itu bukanlah sepenuhnya gerakan murni masyarakat).
Pada awal dekade 1780-an kelumpuhan finansial mulai terasa di Perancis saat bankir-bankir yahudi mulai bercokol kuat di Perancis.
"Mereka menguasai sebagian besar stok emas dan perak dunia hingga mampu membuat seluruh Eropa menjadi debitur mereka, khususnya Perancis," tulis Sir Walter Scott dalam "Life of Napoleon".
"Perubahan fundamental terjadi dalam struktur ekonomi Eropa dimana kelompok elit masyarakat berubah menjadi kelompok terhutang (debitur). Pada masa lalu, tingkat kesejahteraan diukur dengan kepemilikan tanah dan bangunan, ladang, ternak dan tambang, namun dengan struktur yang baru segalanya diukur dengan uang yang pada dasarnya merupakan surat hutang (kredit)."
Hutang yang dipikul kerajaan Perancis saat itu sebenarnya tidak terlalu besar jika dihitung dengan nilai properti milik kerajaan, namun menjadi sangat besar saat dihitung dalam bentuk emas, dan menjadi alasan menteri keuangan untuk mencetak uang berdasarkan nilai tanah dan aset-aset riel kerajaan lainnya. Situasi ini dikondisikan dari satu pejabat keuangan satu ke pejabat keuangan lainnya yang tidak bisa atau memang sengaja tidak ingin melepaskan diri dari genggaman sistem keuangan internasional yang diciptakan para bankir yahudi.
Dalam kondisi seperti itu, surat hutang pemerintah semakin besar dan berat bebannya, karena hutang dihitung berdasar ukuran emas dan perak yang tidak diproduksi oleh Perancis. Dan siapa yang paling diuntungkan dengan perubahan stuktur ekonomi ini? Para spekulator emas dan perak yang telah sukses menjungkir balikkan keuangan Eropa, menggantikan aset-aset riel dengan hutang berbunga.
"Standar emas telah menghancurkan negara-negara yang mengadopsinya, karena kegagalan memenuhi kebutuhan uang, labih jauh kita telah menghilangkan emas dari peredaran." "Hutang mengayun seperti pedang Damocles di antara leher para penguasa yang datang merengek untuk diberikan pinjaman." (Protocols of Learned Elders of Zion)
info ini didapat dari cahyono-adi.blogspot.com