Pada tanggal 12 Oktober 1492, Christoper Columbus, berlayar dengan bendera kerajaan Spanyol, TERSESAT DALAM PELAYARANNYA MENUJU ASIA dan mendarat di pantai kepulauan Guanahani (sekarang San Salvador, di kepulauan Bahama). Di sana dia melakukan kontak dengan masyarakat lokal yang dikira penduduk wilayah India. Orang-orang ini yang kemudian disebut sebagai Indian, adalah suku Taino, yang telah mengukuhkan peradaban yang terbentang sepanjang kepulauan Karibia, dari Kuba sampai Trinidad.
Pada tahun 1492, ada sekitar satu juta orang Taino yang hidup dan tinggal di Karibia; lima puluh tahun kemudian, setelah pembunuhan besar-besaran yang tak kenal lelah, perbudakan dan berbagai penyakit yang ditularkan orang-orang Eropa, jumlah mereka tinggal kurang dari 25.000 (dua puluh lima ribu) orang, dan menjelang 1600 mereka sebagai masyarakat telah punah.
Nasib suku Taino kemudian juga diderita oleh sebagian besar penduduk asli Amerika, Australia, dan Pasifik Selatan, ketika orang-orang Eropa melakukan ekspansi kekuasaan ekonomi dan militer ke berbagai penjuru dunia selama 500 (lima ratus) tahun berikutnya. (Sumber: Francisco J. Gonzalez, "Autonomy Within Borders: Models of Self-Government for Indigenous Groups in the Context of Globalization", Hamline University School of Law, 2000).
Penjelajahan serta nama Christopher Columbus pun terukir di berbagai buku sejarah. Dan sejarah tentang Columbus pun diajarkan di sekolah-sekolah. Dia menjadi pahlawan besar dunia sebagai penemu benua Amerika, juga tokoh ilmu pengetahuan yang membuktikan bahwa bumi itu bulat kaya bola, bukan datar sebagaimana diyakini sebagaian besar masyarakat pada waktu itu.
Sayang sisi gelap, yang menjadi efek lanjutan dari penjelajahan itu, lenyapnya suku Taino, tidak pernah disinggung atau diulas dalam pelajaran sejarah di sekolah-sekolah. Pemusnahan suku-suku atau penduduk asli demi berkibarnya panji-panji imperialisme Eropa seolah sekedar dilihat seperti pendaki gunung yang membersihkan rumput ilalang yang menghalang demi pengibaran bendera di puncak gunung.
87 Tahun sebelumnya, Pada tahun 1405, delapan puluh tujuh tahun lebih sebelum penjelajahan Columbus, seorang pelaut Muslim China, laksamana Zheng He atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Cheng Ho telah lebih dahulu mengarungi lautan dunia dengan jarak tempuh yang lebih panjang dan lebih luas dibanding seorang penjajah Colombus. Untuk melihat perbandingan berapa besar armada yang dipimpin Cheng Ho jika dibandingkan dengan penjelajah lain yang mengarungi lautan dunia setelahnya, bisa dilihat pada gambar dibawah ini.
Kapal yang digunakan Cheng Ho dengan panjang 400 kaki adalah jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kapal Columbus yang panjangnya hanya 85 kaki. Sumber: http://www.international.ucla.edu/article.asp?parentid=10387
Pelayaran
Cheng Ho melakukan penjelajahan dunia sebanyak tujuh kali dari tahun 1405 sampai 1433 diantaranya sebagai berikut :
Pelayaran ke-1 1405-1407 Champa, Jawa, Palembang, Malaka, Aru, Sumatra, Lambri, Ceylon, Kollam, Cochin, Calicut
Pelayaran ke-2 1407-1408 Champa, Jawa, Siam, Sumatra, Lambri, Calicut, Cochin, Ceylon
Pelayaran ke-3 1409-1411 Champa, Java, Malacca, Sumatra, Ceylon, Quilon, Cochin, Calicut, Siam, Lambri, Kaya, Coimbatore, Puttanpur
Pelayaran ke-4 1413-1415 Champa, Java, Palembang, Malacca, Sumatra, Ceylon, Cochin, Calicut, Kayal, Pahang, Kelantan, Aru, Lambri, Hormuz, Maladewa, Mogadishu, Brawa, Malindi, Aden, Muscat, Dhufar
Pelayaran ke-5 1416-1419 Champa, Pahang, Java, Malacca, Sumatra, Lambri, Ceylon, Sharwayn, Cochin, Calicut, Hormuz, Maldives, Mogadishu, Brawa, Malindi, Aden
Pelayaran ke-6 1421-1422 Hormuz, Afrika Timur, negara-negara di Jazirah Arab
Pelayaran ke-7 1430-1433 Champa, Java, Palembang, Malacca, Sumatra, Ceylon, Calicut, Hormuz... (17 politics in total)
Cheng Ho memimpin tujuh ekspedisi ke tempat yang disebut oleh orang China Samudera Barat (Samudera Indonesia). Ia membawa banyak hadiah dan lebih dari 30 utusan kerajaan ke China - termasuk Raja Alagonakkara dari Sri Lanka, yang datang ke China untuk meminta maaf kepada Kaisar.
Catatan perjalanan Cheng Ho pada dua pelayaran terakhir, yang diyakini sebagai pelayaran terjauh, sayangnya dihancurkan oleh Kaisar Dinasti Ming
Serangkaian ekspedisi laut antara kurun waktu 1405 sampai 1433 tersebut tiba di Jawa dan sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.
Profesor HAMKA menilai Cheng Ho punya andil dalam memperkuat penyebaran Islam di Nusantara. Slamet Muljana menulis bahwa Cheng Ho membentuk komunitas muslim di Palembang, kemudian di Kalimantan Barat, dan kemudian juga membentuk berbagai komunitas serupa di pesisir Jawa, semenanjung Malaysia dan Pilipina. (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Zheng_He).
Armada
Armada ini terdiri dari 27.000 anak buah kapal dan 307 (armada) kapal laut. Terdiri dari kapal besar dan kecil, dari kapal bertiang layar tiga hingga bertiang layar sembilan buah. Kapal terbesar mempunyai panjang sekitar 400 feet atau 120 meter dan lebar 160 feet atau 50 meter. Rangka layar kapal terdiri dari bambu Tiongkok.
Selama berlayar mereka membawa perbekalan yang beragam termasuk binatang seperti sapi, ayam dan kambing yang kemudian dapat disembelih untuk para anak buah kapal selama di perjalanan. Selain itu, juga membawa begitu banyak bambu Tiongkok sebagai suku cadang rangka tiang kapal berikut juga tidak ketinggalan membawa kain Sutera untuk dijual.
Kapal-kapal Cheng Ho mengunjungi Nusantara, Thailand, India, Arabia, dan Afrika Timur. Bahkan ada beberapa spekulasi yang memperkirakan perjalanan kapal Cheng Ho jauh melampaui Semenanjung Harapan Afrika Selatan. Bahkan ahli sejarah Gavin Menzies memperkirakan bahwa Cheng Ho juga mencapai benua Amerika, meskipun banyak diragukan ahli lain karena dugaan Menzies kurang didukung bukti-bukti sejarah yang meyakinkan. Perhatikan gambar ini:
Penjelajahan
Cheng Ho melakukan ekspedisi ke berbagai daerah di Asia dan Afrika, antara lain:
* Vietnam
* Taiwan
* Malaka / bagian dari Malaysia
* Sumatra / bagian dari Indonesia
* Jawa / bagian dari Indonesia
* Sri Lanka
* India bagian Selatan
* Persia
* Teluk Persia
* Arab
* Laut Merah, ke utara hingga Mesir
* Afrika, ke selatan hingga Selat Mozambik
Karena beragama Islam, para temannya mengetahui bahwa Cheng Ho sangat ingin melakukan Haji ke Mekkah seperti yang telah dilakukan oleh almarhum ayahnya, tetapi para arkeolog dan para ahli sejarah belum mempunyai bukti kuat mengenai hal ini. Cheng Ho melakukan ekspedisi paling sedikit tujuh kali dengan menggunakan kapal armadanya.
Penjelajahan Cheng Ho bukanlah suatu upaya untuk melakukan penaklukan atau penjajahan terhadap bangsa-bangsa lain oleh bangsa China. Perjalanan Cheng Ho lebih merupakan upaya untuk mengenal bangsa-bangsa lain dan juga untuk menjajagi kemungkinan untuk kerjasama perdagangan dan ekonomi dengan bangsa-bangsa lain.
Kepulangan
Dalam ekspedisi ini, Cheng Ho membawa balik berbagai penghargaan dan utusan lebih dari 30 kerajaan - termasuk Raja Alagonakkara dari Sri Lanka, yang datang ke Tiongkok untuk meminta maaf kepada kaisar Tiongkok. Pada saat pulang Cheng Ho membawa banyak barang-barang berharga diantaranya kulit dan getah pohon Kemenyan, batu permata (ruby, emerald dan lain-lain) bahkan beberapa orang Afrika, India dan Arab sebagai bukti perjalanannya dengan membawakan kepada bangsa lain hadiah-hadiah seperti emas, perak, porselin, dan sutera; sebagai imbalannya Cheng Ho membawa pulang ke negaranya binatang-binatang yang tidak ada di negaranya seperti burung unta, zebra, unta, dan jerapah, dan juga membawa pulang gading gajah. Selain itu juga membawa pulang beberapa binatang asli Afrika termasuk sepasang jerapah sebagai hadiah dari salah satu Raja Afrika, tetapi sayangnya satu jerapah mati dalam perjalanan pulang.
Laksamana Cheng Ho beragama Islam, dia seorang muslim.
Cheng Ho (nama asli: Ma Sanbao; nama Arab: Haji Mahmud Shams) (1371 - 1433), adalah seorang pelaut dan penjelajah Tiongkok terkenal yang melakukan beberapa penjelajahan antara tahun 1405 hingga 1433.
Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Nama aslinya adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao (馬 三保), berasal dari provinsi Yunnan. Ketika pasukan Ming menaklukkan Yunnan, Cheng Ho ditangkap dan kemudian dijadikan orang kasim. Ia adalah seorang bersuku Hui, suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun beragama Islam.
Cheng Ho berlayar ke Malaka pada abad ke-15. Saat itu, seorang putri Tiongkok, Hang Li Po (atau Hang Liu), dikirim oleh kaisar Tiongkok untuk menikahi Raja Malaka (Sultan Mansur Shah).
Pada tahun 1424, kaisar Yongle wafat. Penggantinya, Kaisar Hongxi (berkuasa tahun 1424-1425, memutuskan untuk mengurangi pengaruh kasim di lingkungan kerajaan. Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa kekuasaan Kaisar Xuande (berkuasa 1426-1435) ke beberapa daerah dan negara di Asia dan Afrika, di antaranya Vietnam, Taiwan, Malaka/bagian dari Malaysia, Sumatra/bagian dari Indonesia, Jawa/bagian dari Indonesia, Sri Lanka, India bagian Selatan, Persia, Teluk Persia, Arab, Laut Merah, ke utara hingga Mesir, Afrika, ke selatan hingga Selat Mozambik. JANGKAUAN PELAYARAN LAKSAMANA CHENG HO JAUH LEBIH LUAS DIBANDING COLOMBUS
Cheng Ho dan Indonesia
Dalam khazanah keislaman, kehadiran Cheng Ho di Indonesia telah memunculkan wacana baru studi keislaman Indonesia. Cheng Ho berperan besar dalam pergolakan politik kerajaan-kerajaan di Jawa. Setidaknya, Cheng Ho memiliki andil besar dalam meruntuhkan Majapahit, Kerajaan Hindu terbesar dan berperan dalam membangun kerajaan Islam Demak pada tahun 1475.
Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama tujuh kali. Ketika ke Samudera Pasai, ia memberi lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan Aceh, yang kini tersimpan di museum Banda Aceh.
Tahun 1415, Cheng Ho berlabuh di Muara Jati (Cirebon), dan menghadiahi beberapa cindera mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon. Salah satu peninggalannya, sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Pernah dalam perjalanannya melalui Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam armada Cheng Ho) sakit keras. Wang akhirnya turun di pantai Simongan, Semarang, dan menetap di sana. Salah satu bukti peninggalannya antara lain Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong.
Cheng Ho juga sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan raja Wikramawardhana.
The Architecture of Muhammad Cheng Hoo Mosque, which located in Gading Street Surabaya, is enough artistic. It is built by allying Islam culture, Java, and Chinese that predominated by green color, turned yellow, and squeezed. The form of the building is typical of Chinese with ‘Joglo’ Java. This is show tightly between Chinese cultures and Java, which have intertwined since former. Cheng Hoo is also inspiration name of ‘Admiral Cheng Hoo’, which become a Moslem when admission to Majapahit empire. The Chinese Moslem community had built this mosque wish to remind again that Chinese also propagates Islam taught.
Rekor
Majalah Life menempatkan Cheng Ho sebagai nomor 14 orang terpenting dalam milenium terakhir. Perjalanan Cheng Ho ini menghasilkan Peta Navigasi Cheng Ho yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan.
Cheng Ho adalah penjelajah dengan armada kapal terbanyak sepanjang sejarah dunia yang pernah tercatat. Juga memiliki kapal kayu terbesar dan terbanyak sepanjang masa hingga saat ini. Selain itu beliau adalah pemimpin yang arif dan bijaksana, mengingat dengan armada yang begitu banyaknya beliau dan para anak buahnya tidak pernah menjajah negara atau wilayah dimanapun tempat para armadanya merapat.
Semasa di India termasuk ke Kalkuta, para anak buah juga membawa seni beladiri lokal yang bernama Kallary Payatt yang mana setelah dikembangkan di negeri Tiongkok menjadi seni beladiri Kungfu.
Sayangnya penjelajahan Cheng Ho tidak setenar penjelajahan Columbus. Penulisan buku sejarah tentang Cheng Ho juga sangat jarang. Jika sejarah tentang Columbus diajarkan dalam mata pelajaran sejarah dunia di semua sekolah, tidak demikian dengan sejarah Cheng Ho. Padahal penjelajahan Cheng Ho memberikan pelajaran berharga tentang hubungan antar bangsa di dunia. Perjalanan dan penjelajahan Cheng Ho tidak berlanjut dengan pendudukan, penjajahan dan pemusnahan penduduk asli dari wilayah yang dikunjunginya.
Kita bisa merasakan banyak pengaruh budaya China di banyak negara terutama di benua Asia. Tapi pengaruh budaya itu bukan pengaruh yang meniadakan budaya lain, tetapi justru memperkaya budaya-budaya asli setempat.
Info ini didapat dari berbagai sumber
Pada tahun 1492, ada sekitar satu juta orang Taino yang hidup dan tinggal di Karibia; lima puluh tahun kemudian, setelah pembunuhan besar-besaran yang tak kenal lelah, perbudakan dan berbagai penyakit yang ditularkan orang-orang Eropa, jumlah mereka tinggal kurang dari 25.000 (dua puluh lima ribu) orang, dan menjelang 1600 mereka sebagai masyarakat telah punah.
Nasib suku Taino kemudian juga diderita oleh sebagian besar penduduk asli Amerika, Australia, dan Pasifik Selatan, ketika orang-orang Eropa melakukan ekspansi kekuasaan ekonomi dan militer ke berbagai penjuru dunia selama 500 (lima ratus) tahun berikutnya. (Sumber: Francisco J. Gonzalez, "Autonomy Within Borders: Models of Self-Government for Indigenous Groups in the Context of Globalization", Hamline University School of Law, 2000).
Penjelajahan serta nama Christopher Columbus pun terukir di berbagai buku sejarah. Dan sejarah tentang Columbus pun diajarkan di sekolah-sekolah. Dia menjadi pahlawan besar dunia sebagai penemu benua Amerika, juga tokoh ilmu pengetahuan yang membuktikan bahwa bumi itu bulat kaya bola, bukan datar sebagaimana diyakini sebagaian besar masyarakat pada waktu itu.
Sayang sisi gelap, yang menjadi efek lanjutan dari penjelajahan itu, lenyapnya suku Taino, tidak pernah disinggung atau diulas dalam pelajaran sejarah di sekolah-sekolah. Pemusnahan suku-suku atau penduduk asli demi berkibarnya panji-panji imperialisme Eropa seolah sekedar dilihat seperti pendaki gunung yang membersihkan rumput ilalang yang menghalang demi pengibaran bendera di puncak gunung.
87 Tahun sebelumnya, Pada tahun 1405, delapan puluh tujuh tahun lebih sebelum penjelajahan Columbus, seorang pelaut Muslim China, laksamana Zheng He atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Cheng Ho telah lebih dahulu mengarungi lautan dunia dengan jarak tempuh yang lebih panjang dan lebih luas dibanding seorang penjajah Colombus. Untuk melihat perbandingan berapa besar armada yang dipimpin Cheng Ho jika dibandingkan dengan penjelajah lain yang mengarungi lautan dunia setelahnya, bisa dilihat pada gambar dibawah ini.
Kapal yang digunakan Cheng Ho dengan panjang 400 kaki adalah jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kapal Columbus yang panjangnya hanya 85 kaki. Sumber: http://www.international.ucla.edu/article.asp?parentid=10387
Pelayaran
Cheng Ho melakukan penjelajahan dunia sebanyak tujuh kali dari tahun 1405 sampai 1433 diantaranya sebagai berikut :
Pelayaran ke-1 1405-1407 Champa, Jawa, Palembang, Malaka, Aru, Sumatra, Lambri, Ceylon, Kollam, Cochin, Calicut
Pelayaran ke-2 1407-1408 Champa, Jawa, Siam, Sumatra, Lambri, Calicut, Cochin, Ceylon
Pelayaran ke-3 1409-1411 Champa, Java, Malacca, Sumatra, Ceylon, Quilon, Cochin, Calicut, Siam, Lambri, Kaya, Coimbatore, Puttanpur
Pelayaran ke-4 1413-1415 Champa, Java, Palembang, Malacca, Sumatra, Ceylon, Cochin, Calicut, Kayal, Pahang, Kelantan, Aru, Lambri, Hormuz, Maladewa, Mogadishu, Brawa, Malindi, Aden, Muscat, Dhufar
Pelayaran ke-5 1416-1419 Champa, Pahang, Java, Malacca, Sumatra, Lambri, Ceylon, Sharwayn, Cochin, Calicut, Hormuz, Maldives, Mogadishu, Brawa, Malindi, Aden
Pelayaran ke-6 1421-1422 Hormuz, Afrika Timur, negara-negara di Jazirah Arab
Pelayaran ke-7 1430-1433 Champa, Java, Palembang, Malacca, Sumatra, Ceylon, Calicut, Hormuz... (17 politics in total)
Cheng Ho memimpin tujuh ekspedisi ke tempat yang disebut oleh orang China Samudera Barat (Samudera Indonesia). Ia membawa banyak hadiah dan lebih dari 30 utusan kerajaan ke China - termasuk Raja Alagonakkara dari Sri Lanka, yang datang ke China untuk meminta maaf kepada Kaisar.
Catatan perjalanan Cheng Ho pada dua pelayaran terakhir, yang diyakini sebagai pelayaran terjauh, sayangnya dihancurkan oleh Kaisar Dinasti Ming
Serangkaian ekspedisi laut antara kurun waktu 1405 sampai 1433 tersebut tiba di Jawa dan sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.
Profesor HAMKA menilai Cheng Ho punya andil dalam memperkuat penyebaran Islam di Nusantara. Slamet Muljana menulis bahwa Cheng Ho membentuk komunitas muslim di Palembang, kemudian di Kalimantan Barat, dan kemudian juga membentuk berbagai komunitas serupa di pesisir Jawa, semenanjung Malaysia dan Pilipina. (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Zheng_He).
Armada
Armada ini terdiri dari 27.000 anak buah kapal dan 307 (armada) kapal laut. Terdiri dari kapal besar dan kecil, dari kapal bertiang layar tiga hingga bertiang layar sembilan buah. Kapal terbesar mempunyai panjang sekitar 400 feet atau 120 meter dan lebar 160 feet atau 50 meter. Rangka layar kapal terdiri dari bambu Tiongkok.
Selama berlayar mereka membawa perbekalan yang beragam termasuk binatang seperti sapi, ayam dan kambing yang kemudian dapat disembelih untuk para anak buah kapal selama di perjalanan. Selain itu, juga membawa begitu banyak bambu Tiongkok sebagai suku cadang rangka tiang kapal berikut juga tidak ketinggalan membawa kain Sutera untuk dijual.
Kapal-kapal Cheng Ho mengunjungi Nusantara, Thailand, India, Arabia, dan Afrika Timur. Bahkan ada beberapa spekulasi yang memperkirakan perjalanan kapal Cheng Ho jauh melampaui Semenanjung Harapan Afrika Selatan. Bahkan ahli sejarah Gavin Menzies memperkirakan bahwa Cheng Ho juga mencapai benua Amerika, meskipun banyak diragukan ahli lain karena dugaan Menzies kurang didukung bukti-bukti sejarah yang meyakinkan. Perhatikan gambar ini:
Penjelajahan
Cheng Ho melakukan ekspedisi ke berbagai daerah di Asia dan Afrika, antara lain:
* Vietnam
* Taiwan
* Malaka / bagian dari Malaysia
* Sumatra / bagian dari Indonesia
* Jawa / bagian dari Indonesia
* Sri Lanka
* India bagian Selatan
* Persia
* Teluk Persia
* Arab
* Laut Merah, ke utara hingga Mesir
* Afrika, ke selatan hingga Selat Mozambik
Karena beragama Islam, para temannya mengetahui bahwa Cheng Ho sangat ingin melakukan Haji ke Mekkah seperti yang telah dilakukan oleh almarhum ayahnya, tetapi para arkeolog dan para ahli sejarah belum mempunyai bukti kuat mengenai hal ini. Cheng Ho melakukan ekspedisi paling sedikit tujuh kali dengan menggunakan kapal armadanya.
Penjelajahan Cheng Ho bukanlah suatu upaya untuk melakukan penaklukan atau penjajahan terhadap bangsa-bangsa lain oleh bangsa China. Perjalanan Cheng Ho lebih merupakan upaya untuk mengenal bangsa-bangsa lain dan juga untuk menjajagi kemungkinan untuk kerjasama perdagangan dan ekonomi dengan bangsa-bangsa lain.
Kepulangan
Dalam ekspedisi ini, Cheng Ho membawa balik berbagai penghargaan dan utusan lebih dari 30 kerajaan - termasuk Raja Alagonakkara dari Sri Lanka, yang datang ke Tiongkok untuk meminta maaf kepada kaisar Tiongkok. Pada saat pulang Cheng Ho membawa banyak barang-barang berharga diantaranya kulit dan getah pohon Kemenyan, batu permata (ruby, emerald dan lain-lain) bahkan beberapa orang Afrika, India dan Arab sebagai bukti perjalanannya dengan membawakan kepada bangsa lain hadiah-hadiah seperti emas, perak, porselin, dan sutera; sebagai imbalannya Cheng Ho membawa pulang ke negaranya binatang-binatang yang tidak ada di negaranya seperti burung unta, zebra, unta, dan jerapah, dan juga membawa pulang gading gajah. Selain itu juga membawa pulang beberapa binatang asli Afrika termasuk sepasang jerapah sebagai hadiah dari salah satu Raja Afrika, tetapi sayangnya satu jerapah mati dalam perjalanan pulang.
Laksamana Cheng Ho beragama Islam, dia seorang muslim.
Cheng Ho (nama asli: Ma Sanbao; nama Arab: Haji Mahmud Shams) (1371 - 1433), adalah seorang pelaut dan penjelajah Tiongkok terkenal yang melakukan beberapa penjelajahan antara tahun 1405 hingga 1433.
Cheng Ho adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun 1403-1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Nama aslinya adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao (馬 三保), berasal dari provinsi Yunnan. Ketika pasukan Ming menaklukkan Yunnan, Cheng Ho ditangkap dan kemudian dijadikan orang kasim. Ia adalah seorang bersuku Hui, suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun beragama Islam.
Cheng Ho berlayar ke Malaka pada abad ke-15. Saat itu, seorang putri Tiongkok, Hang Li Po (atau Hang Liu), dikirim oleh kaisar Tiongkok untuk menikahi Raja Malaka (Sultan Mansur Shah).
Pada tahun 1424, kaisar Yongle wafat. Penggantinya, Kaisar Hongxi (berkuasa tahun 1424-1425, memutuskan untuk mengurangi pengaruh kasim di lingkungan kerajaan. Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa kekuasaan Kaisar Xuande (berkuasa 1426-1435) ke beberapa daerah dan negara di Asia dan Afrika, di antaranya Vietnam, Taiwan, Malaka/bagian dari Malaysia, Sumatra/bagian dari Indonesia, Jawa/bagian dari Indonesia, Sri Lanka, India bagian Selatan, Persia, Teluk Persia, Arab, Laut Merah, ke utara hingga Mesir, Afrika, ke selatan hingga Selat Mozambik. JANGKAUAN PELAYARAN LAKSAMANA CHENG HO JAUH LEBIH LUAS DIBANDING COLOMBUS
Cheng Ho dan Indonesia
Dalam khazanah keislaman, kehadiran Cheng Ho di Indonesia telah memunculkan wacana baru studi keislaman Indonesia. Cheng Ho berperan besar dalam pergolakan politik kerajaan-kerajaan di Jawa. Setidaknya, Cheng Ho memiliki andil besar dalam meruntuhkan Majapahit, Kerajaan Hindu terbesar dan berperan dalam membangun kerajaan Islam Demak pada tahun 1475.
Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama tujuh kali. Ketika ke Samudera Pasai, ia memberi lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan Aceh, yang kini tersimpan di museum Banda Aceh.
Tahun 1415, Cheng Ho berlabuh di Muara Jati (Cirebon), dan menghadiahi beberapa cindera mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon. Salah satu peninggalannya, sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Pernah dalam perjalanannya melalui Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam armada Cheng Ho) sakit keras. Wang akhirnya turun di pantai Simongan, Semarang, dan menetap di sana. Salah satu bukti peninggalannya antara lain Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong.
Cheng Ho juga sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan raja Wikramawardhana.
The Architecture of Muhammad Cheng Hoo Mosque, which located in Gading Street Surabaya, is enough artistic. It is built by allying Islam culture, Java, and Chinese that predominated by green color, turned yellow, and squeezed. The form of the building is typical of Chinese with ‘Joglo’ Java. This is show tightly between Chinese cultures and Java, which have intertwined since former. Cheng Hoo is also inspiration name of ‘Admiral Cheng Hoo’, which become a Moslem when admission to Majapahit empire. The Chinese Moslem community had built this mosque wish to remind again that Chinese also propagates Islam taught.
Rekor
Majalah Life menempatkan Cheng Ho sebagai nomor 14 orang terpenting dalam milenium terakhir. Perjalanan Cheng Ho ini menghasilkan Peta Navigasi Cheng Ho yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan.
Cheng Ho adalah penjelajah dengan armada kapal terbanyak sepanjang sejarah dunia yang pernah tercatat. Juga memiliki kapal kayu terbesar dan terbanyak sepanjang masa hingga saat ini. Selain itu beliau adalah pemimpin yang arif dan bijaksana, mengingat dengan armada yang begitu banyaknya beliau dan para anak buahnya tidak pernah menjajah negara atau wilayah dimanapun tempat para armadanya merapat.
Semasa di India termasuk ke Kalkuta, para anak buah juga membawa seni beladiri lokal yang bernama Kallary Payatt yang mana setelah dikembangkan di negeri Tiongkok menjadi seni beladiri Kungfu.
Sayangnya penjelajahan Cheng Ho tidak setenar penjelajahan Columbus. Penulisan buku sejarah tentang Cheng Ho juga sangat jarang. Jika sejarah tentang Columbus diajarkan dalam mata pelajaran sejarah dunia di semua sekolah, tidak demikian dengan sejarah Cheng Ho. Padahal penjelajahan Cheng Ho memberikan pelajaran berharga tentang hubungan antar bangsa di dunia. Perjalanan dan penjelajahan Cheng Ho tidak berlanjut dengan pendudukan, penjajahan dan pemusnahan penduduk asli dari wilayah yang dikunjunginya.
Kita bisa merasakan banyak pengaruh budaya China di banyak negara terutama di benua Asia. Tapi pengaruh budaya itu bukan pengaruh yang meniadakan budaya lain, tetapi justru memperkaya budaya-budaya asli setempat.
Info ini didapat dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment