Hujan lebat turun di kota Makkah usai sholat Maghrib. Air pun turun mengerojok dari talang Ka’bah (Mizrab). Sebagian orang yang berdekatan dengan Ka’bah lari menuju air yang turun dari pancuran. Mereka saling bergantian mandi hujan dengan maksud mengambil barakahnya.
Talang ka'bah |
Tiba-tiba, seorang petugas Masjidil Haram melarang keras dan mengusir mereka yang sedang asyik mandi hujan. Alasannya, yang mereka lakukan katanya, perbuatan bid’ah yang tidak pernah dilakukan Rasulallah SAW. Tapi mereka yang sedang mandi hujan tetap ngotot tidak mau begerak. Petugas itu berteriak-teriak mengusir mereka hingga suaranya terdengar di Masjid.
Sayyid Alwi Al-Maliki (ayahnya Dr. Muhammad Al- Maliki), seorang ulama terkenal pada zamannya dan disegani oleh seluruh lapisan masyarakat Makkah, sedang duduk di tengah murid-muridnya di halaqah yang diadakan setiap lepas solat Maghrib di muka ka’bah. Mendengar teriakan petugas, beliau berdiri dan memangilnya, lalu bertanya “Apa alasan kamu melarang mereka mandi hujan dari pancoran Ka’bah?”. Petugas itu menjawab “Itu adalah perbuatan bid’ah tidak pernah dilakukan Nabi SAW”. Mendengar jawaban petugas itu, sayyid Alwi Al Maliki segera berkata dgn ramah dan senyum “Perbuatan itu tidak haram dan bukan bid’ah, akan tetapi mereka mencari “barakah”. Bukankah Allah berfirman dalam ayat Nya “Dan kami turunkan dari langit air yg banyak barakahnya” (QS. Al-Qaaf : 9). Kemudian Sayyid Alwi meneruskan lagi, “Bukankah pula Allah berfirman dalam ayat yang lain “Sesungguhnya rumah yang mula-mula di bangun untuk tempat beribadat manusia ialah Baitullah yang di Makkah yang di-berkahi” (QS. Al- Imran : 96). “Maka”, kata sayyid dengan senyum lebar, “Barakah turun di tempat yg barakah, menjadi Barkatain (dua barakah)”.
Jelasnya, mengambil barakah dari benda-benda yg dianggap suci seperti ka’bah, air Zam Zam, atau benda-benda bersejarah lainya dari peninggalan para nabi, para sahabat nabi, orang- orang soleh, merupakan hal yg terpuji, asal saja tidak keluar dari rel- rel syariat yg telah ditetapkan Allah dan Rasul Nya. Adapun yang dimaksud disini bukan berarti kita memuja-muja benda-benda tsb atau memuja-muja benda-benda peninggalan para nabi atau leluhur. Dan pula bukan pula berarti bhw mereka telah menjelma pada benda-benda tsb, namum yg dimaksudkan ialah untuk mengingat jasa perjuangan mereka dan juga untuk mengingatkan ketinggian dan keluhuran martabat mereka di sisi Allah.
Sebagai contoh:, selain air suci Zamzam dan air ruqyah yaitu air yg telah dibacakan di dalamnya ayat ayat suci al-Qu’ran yg membawa rahasia penyembuhan dan keberkahan, juga benda-benda yg dianggap barakah dari peninggalan para nabi, sahabat, tabi’in dan sholihin. Benda-benda tersebut bisa pula membawa rahasia penyembuhan dan keberkahan.
Hal ini pernah dilakukan oleh seorang shohabiyah Ummu Salamah ra yg telah menyimpan beberapa helai rambut Nabi saw untuk dijadikan sebagai keberkahan dan penyembuhan. Rambut Rasulallah SAW itu disimpan di dalam sebuah Juljal yg dibuat dari perak (wadah kecil yang dibuat dari perak berbentuk seperti lonceng). Ia selalu mengeluarkan rambut Rasulullah SAW tatkala ada orang sakit datang kepadanya. Ummu Salamah memasukkan rambut Nabi saw ke dalam wadah berisi air. Setelah diaduk, air yang berisi rambut Rasulallah saw itu diberikan kepada yg sakit untuk diminum. Ini yg kita dapatkan dalam Hadist Nabi.
Dalam al-Qur’an tercantum kisah tabut (peti) bani Israil yg dijadikan sebagai alamat atau tanda kebenaran kerajan Thaulut. Allah SWT berfirman “Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja ialah kembalinya tabut (peti) kepadamu di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhan mu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun. Tabut itu dibawa oleh Malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu jika kamu orang yang beriman”. (QS. Al-Baqarah : 248).
Jelasnya, tabut (peti) yg dimaksudkan dalam ayat di atas bukan sembarangan tabut, tapi ia memiliki status yg mulia luar biasa, yaitu sebagai tanda kebenaran kekuasaan Thalut. Kemuliaan tabut (peti) itu, krn ia telah dibawa oleh Malaikat dan terdapat didalamnya ketenangan dan keberkahan bagi Thalut dan tentaranya. Maka mereka pun telah membawanya dalam peperangan mereka melawan musuh mereka Jalut. Allah telah menjanjikan kemenangan dalam peperangan mereka melawan musuh berkat tabut (peti) yg dibawanya.
Allah SWT menerangkan dalam ayat Nya, bahwa tabut (peti) itu telah membawa ketenangan dan ketentraman dari Nya. Adapun isi tabut (peti) itu terdiri dari bekas-bekas peninggalan para Nabi. Yaitu apa yg telah ditinggalkan nabi Musa dan nabi Harun seperti kitab Taurat, tongkat-tongkat, baju baju, dan sandal-sandal nabi Musa dan nabi Harun. Allah telah memuliakan tabut (peti) itu karena terdapat didalamnya peninggalan nabi Musa dan nabi Harun yang disimpan dan dirawat dengan baik dan pernah dibawah oleh Malikat. Dengan seizing Allah dan berkat peti itu Allah telah memberikan kemenangan dlm peperangan Thalut melawan musuh mereka Jalut.
Kisah tabut (peti) yg disebut dalam al-Quran tadi bukan berarti kita membesar-besarkan atau mengingatkan bahwa para Nabi itu menjelma pada benda-benda pusaka tsb, akan tetapi Allah SWT memuliakan tabut (peti) itu krn kemuliaan dan ketinggian derajat mereka di sisi Nya. Atau dalam arti yg lain Allah telah mengingatkan pula perjuangan baik mrk bagi masyarakat dan ini merupakan syi’ar agama yg perlu dijaga.
Pendek kata, sebagai balasan tidakan baik nabi Musa dan nabi Harun, peninggalan mereka (peti) dijadikan benda-benda yg sangat mulia untuk mereka bawa sebagai ketenangan dan keberkahan agar mendapat kemenangan dlm peperangan mereka melawan musuh mereka Jalut.
Contoh lainnya:, dlm hadits yg diriwayatkan oleh Imam besar Bukhari dari ibu Umar ra bahwa Rasulalloh SAW pernah memiliki sebuah cicin perak yg dikenakan di tangan kanan beliau. Pada cicin itu tertulis kalimat “Muhammad Rasulalloh”. Setelah beliau wafat, Sayyidina Abubakar Siddik ra mengambil cincin itu dan dikenakan di tangan kanan beliau sebagaimana Rasulalloh mengenakannya. Kemudian setelah Abubakar ra wafat, cincin itu berpindah ke tangan Sayyidina Umar bin Khatab. Beliau memakai pula cincin itu sebagaimana Rasulalloh SAW dan Abubakar memakainya hingga beliau mati syahid dibunuh oleh Abu Lulu Almajusi. Setelah itu cicin yg pernah dikenakan Rasulalloh SAW berpindah ke tangan Ustman bin Afaan ra. Telah diriwayatkan bhw cincin itu berada ditangan Ustman ra cukup lama sehingga jatuh ke dlm sumur Aris.
Shahih Bukhari telah meriwayatkan dlm kitab Libas bab Khatim Fidhah (cicin perak), al-Hafidh ibnu Hajar berkata sebagaimana diriwayatkan al-Nasai “sesungguhnya cincin Rasululloh SAW itu berada ditangan Ustman bin Affan selama enam tahun”. Adapun “sumur Aris” terletak di sebuah kebun yg berdekatan dgn masjid Quba’. Kemudian sumur itu dikenal di kalaman penduduk Madinah dan dijuluki “Bi’rul Khatim” (Sumur Cincin), yg dimaksud di sini cincinnya Rasulalloh SAW yg jatuh ke dalam sumur tsb. Sayyidina Ustman telah berusaha sekuat tenaga untuk mencari cicin Nabi SAW yg jatuh ke dalam sumur akan tetapi usaha beliau sia sia belaka.
Sekarang, kenapa perhatian para sahabat Rasulallah begitu besar terhadap cincin tsb. Apakah tidak ada lagi cicin yg lebih bagus dari cincin Nabi SAW? Atau cicin itu mempunyai nilai harga yg mahal jika dijual. Tentu pada saat itu tidak sedikit terdapat cincin yg lebih bagus, lebih indah dan lebih mahal nilainya dari cicin Rasulalloh SAW. Akan tetapi apa yang membuat perhatian sahabat begitu besar terhadap cicin Rasulallah saw. Karena cicin itu pernah dikenakan di tangan kanan Rasulallah saw. Itu merupakan peninggalan sangat berharga dan benda bersejarah yg tidak bisa dilupakan oleh para sahabat Nabi SAW. Cicin itu tidak mempunyai arti atau kelebihan sedikit pun jika tidak dikenakan atau diletakan di tangan kanan Rasulallah SAW.
Belum habis, tunggu dulu. Ada lagi kisah tentang Harbah atau yg disebut dalam bahasa kita “tombak” yg diriwayatkan oleh Imam besar Bukhari. Sahabat Nabi, Zubair ra, telah membunuh U’baidah bin said bin Al-a’sh pada peperangan Badr dengan Harbah (tombak) yg disodokan ke matanya. Mendengar berita itu, Rasulalloh SAW meminta kepada sahabat beliau, Zubair, tombak tsb. Permintaan Nabi SAW tidak bisa ditolak olehnya. Dengan senang hati ia menyerahkannya kpd baginda Rasulalloh SAW. Setelah Rasulalloh SAW wafat, Zubair dtg kepada keluarga beliau minta untuk mengembalikan tombaknya. Kemudian Sayidina Abubakar Siddik ra datang kepada Zubair memohon kepadanya agar tombak yang pernah dipegang Rasulalloh SAW diberikan kepadanya. Dengan senang hati pula, ia serahkan kepada Abubakar. Setelah wafatnya Abubakar, Zubair mengambil kembali tombak itu.
Selanjutnya, Sayidina Umar bin Khattab datang meminta kepada Zubair tombak yg pernah dipegang Rasulallah dan Abubakar ra. Permintaan beliau tidak bisa ditolak dan diserahkannya kepada beliau. Tombak itu berada di tangan Umar ra sampai beliau mati syahid dibunuh. Kemudian Ustman bin Affan ra datang meminta kepadanya tombak yg pernah dipegang Nabi SAW dan para sahabat yang mulia. Tanpa ragu-ragu, ia menyerahkannya pula kepada Ustman. Tombak itu berada di tangan beliau hingga beliau dibunuh. Kemudian berpindah setelah itu ke tangan Sayyidina Ali bin abi Thlaib ra. Mendengar berita itu, Zubair datang kepada beliau minta dikembalikan tombaknya. Sayyidina Ali langsung menyerahkan kepadanya. Tombak yang sudah berkali-kali pindah tangan kembali kepada pemilik asalnya, Zubair, hangga ia mati terbunuh dalam salah satu peperangan.
Sekarang, kenapa perhatian para sahabat begitu besar teradap tombak tsb? Apakah tidak ada lagi tombak pada saat itu selain tombaknya Zubair? Kenapa perhatian mereka sedemikan besar terhadap benda itu, sedangkan banyak benda yg lebih bagus, lebih antik dan lebih kuat dari pada tombaknya Zubair. Perhatian para sahabat Nabi begitu besar terhadap tombak tsb, karena benda itu pernah dipegang oleh jungjungan Nabi Muhammad SAW dan dibawanya dalam peperangan beliau melawan musuh. Kemuliaan dan keberkahan tombaknya Zubair bukan karena tombaknya akan tetapi karena kemulian dan keberkahan pemegang tombak itu, yaitu baginda Rasulalloh SAW.
Ada lagi kisah tentang sandal Nabi saw yang telah menjadi perhatian para ilmiawan untuk dipelajari secara seksama dan teliti. Sandal itu telah menjadi bahan perhatian besar untuk dipelajari, baik dari segi sifat-sifatnya, atau dari segi bentuk, model dan warnanya. Mereka menulis hasil penelitian mereka secara rinci di dalam buku-buku mereka. Perhatian mereka begitu besar terhadap sandal Nabi SAW disini dimaksudkan bukan sandalnya, akan tetapi pemiliki sandal itu yaitu Rasulalloh SAW.
Singkatnya, disini kita bukan memuja-muja benda-benda bersejarah atau barang peninggalan para nabi atau leluhur. Kita bukan pula untuk mengingatkan bahwa mereka telah menjelma pada benda benda tsb, namum yg dimaksud disini ialah untuk mengingat jasa perjuangan mereka, dan juga untuk mengingatkan ketinggian dan keluhuran martabat mereka di sisi Allah.
Terakhir, bukankah yang kita lakukan untuk menghargai benda-benda bersejarah dan benda-benda peninggalan para Nabi, sahabatnya, dan orang orang soleh merupakan kelanjutan dalam meninggikan dan memuliakan syi’ar Islam?.
Wallahu a'lam
---------
Sumber ini di dapat dari Hasan Husen Assagaf yg di tulis di situsnya pd tgl 26 Mei 2008.
***
untuk lht photo-photo peninggalan Nabi SAW bisa lht di album photo Peninggalan Nabi Muhammad SAW di http://www.facebook.com/al
No comments:
Post a Comment