Monday, August 17, 2009

BAB XI. SENI MUSIK, SUARA DAN TARI PADA MASA KHILAFAH ISLAM.

Khilafah Islam terdahulu tidak pernah melarang rakyatnya mempelajari seni suara dan musik, Mereka dibiarkan mendirikan sekolah-sekolah musik dan membangun pabrik alat-alat musik. Mereka diberikan ghairah untuk mengarang buku-buku tentang seni suara, musik dan tari. Negara khilafah juga tidak pernah mengambil tindakan hukum terhadap biduan dan biduanita yang bernyanyi di rumah-rumah individu. Bahkan mereka diberi ijin untuk bernyanyi di istana dan di rumah penguasa.

BAB X. PANDANGAN ISLAM TERHADAP SENI TARI

Seni tari dilakukan dengan menggerakkan tubuh secara berirama dan diiringi dengan musik. Gerakannya bisa dinikmati sendiri, merupakan ekspresi gagasan, emosi atau kisah. Pada tarian sufi (darwish), gerakan dipakai untuk mencapai ekskatase (semacam mabuk atau tak sadar diri).

BAB IX. HUKUM MENDENGARKAN NYANYIAN DI RADIO DAN RADIO KASET

Bentuk nyanyian masa kini tidak berubah dari yang sudah pernah ada pada masa lampau, ratusan tahun silam. Yang berubah hanyalah suasana dan tempatnya sekarang. Kini nyanyian digelar di panggung-panggung terbuka, misalnya teater, gedung pertunjukan sandiwara, klub malam, panggung pertunjukkan, dan sebagainya. Pada abad ini orang-orang mulai mendengar nyanyian melalui radio, radio kaset, video, dan audiovisual lainnya. Sekarang hanya sedikit saja yang suka mendengar dan menyaksikan pertunjukkan dan show langsung dari pemain panggung dan penyanyi laki-laki dan wanita. Orang-orang lebih memilih radio dan kaset rekaman, video, film, televisi, dan lain-lain.

BAB VIII MENENTUKAN SIKAP DAN PENDIRIAN

Barangkali ada yang bertanya, apa mungkin mengambil salah satu pendapat di antara berbagai pendapat pro dan kontra, lalu menguatkannya agar nash-nash syara' tidak kelihatan kontroversial?

Pertanyaan tersebut memang perlu dijawab untuk menentukan sikap dan pendirian. Hadits yang paling shahih yang mengharamkan nyanyian adalah Hadits Imam Bukhari dari Abd-ur-Rahman bin Ghunam yang mendengar dari Abu Malik Al-'Asya'ari bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda:

BAB VII. HALAL ATAU HARAM NYANYIAN DAN MEMAINKAN ALAT MUSIK?

Nyanyian yang bersifat vokal (suara manusia tanpa instrumen musik) tidak diperselisihkan oleh para fuqaha. Mereka mengatakan bahwa nyanyian semacam ini halal atau dibolehkan, sebagaimana yang dikutip oleh Imam Asy-Syaukani dari berbagai kalangan ulama (Lihat Asy-Syaukani , NAIL-UL-AUTHAR, Jilid VIII,hlm. 114-115):

BAB VI SANGGAHAN (rebuttal, protest) TERHADAP YANG MENGHARAMKAN NYANYIAN DAN MAIN MUSIK

Apabila diteliti mendalam dalil-dalil syara' maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perbuatan manusia seperti melihat, mendengar, bersuara, berjalan, tidur dan menggunakan tangan adalah mubah bila dilihat dari kerumuman pengertian dalil. Sebagai contoh, perhatikanlah firman Allah SWT.:


(أَ لَمْ نَجْعَلْ لَهُ عَيْنَيْنِ وَ لِسَانًا وَ شَفَتَيْنِ) (البلد:8,9)
"Bukankah Kami telah berikan kepadamu dua buah mata (untuk melihat), lidah dan dua buah bibir (untuk bersuara, mengecap makanan dan minuman).' (90:8,9).

BAB V. GOLONGAN YANG MEMBOLEHKAN NYANYIAN DAN MAIN MUSIK

Imam Malik, Imam Ja'far, Imam Al-Ghazali, dan Imam Abu Daud Azh-Zhahiri telah mencantumkan berbagai dalil tentang bolehnya nyanyian dan menggunakan alat-alat musik. Alasan-alasan mereka antara lain:

1. Firman Allah Ta'ala:


(...وَ اغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الأَصْوَاتِ لَصَوْتِ الْحَمِيْرِ) (لقمان: 19).
"....dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah bunyi kelaedai." (31:19).

BAB IV. GOLONGAN YANG MENGHARAMKAN MENYANYI DAN MAIN MUSIK

Imam Ibnu Al-Jauzi (Lihat Talbis Iblis, hlm. 2321-?), Imam Qurthubi (Lihat Tafsir Qurtuhbi, Jilid XIV, hlm. 51-54), Asy-Syaukani (Lihat Nail-ul-Authar, Jilid VIII, hlm. 442) telah mencantumkan berbagai dalil tentang haramnya nyanyian dan penggunaan alat-alat musik, antara lain sebagai berikut:

BAB III. SENI DALAM PANDANGAN ‘ULAMA ISLAM

Sebelum kita membahas dan mendiskusikan pendapat para fuqahā’, khususnya para imām madzhab yang empat terlebih dahulu kami kutipkan pendapat mereka tentang seni suara beserta dalīl-dalīlnya, baik dari golongan yang mengharāmkan maupun yang membolehkannya.

1. Imām Asy-Syaukānī, dalam kitabnya NAIL-UL-AUTHĀR, Jilid VIII, hlm. 100-103:
a. Para ‘ulamā’ berselisih pendapat tentang hukum menyanyi dan alat musik. Menurut mazhab Jumhur adalah harām, sedangkan mazhab Ahl-ul-Madīnah, Azh-Zhāhiriyah dan jamā‘ah Sūfiyah memperbolehkannya.

BAB II. PRAKTEK SENI SUARA DAN SENI TARI DALAM SEJARAH ISLAM

Pada umumnya orang ‘Arab berbakat musik sehingga seni suara telah menjadi suatu keharusan bagi mereka semenjak zamān jāhilliyah. Di Hijāz kita dapati orang menggunakan musik mensural (?????) yang mereka namakan dengan IQA (irama yang berasal dari semacam gendang, berbentuk rithm). Mereka menggunakan berbagai intrusmen (alat musik), antara lain seruling, rebana, gambus, tambur, dan lain-lain.

Setelah bangsa ‘Arab masuk Islam, bakat musiknya berkembang dengan mendapat jiwa dan semangat baru. Pada masa Rasūlullāh, ketika Hijāz menjadi pusat politik, perkembangan musik tidak menjadi berkurang.

BAB I. PENGARUH POLITIK DAN PERADABAN TERHADAP SENI UMAT ISLAM

Sejak kejatuhan politik dan peradaban Islam yang terjadi pada abad XIX Masehi, politik Barat telah mempengaruhi dan menguasai umat Islam. Banyak negeri-negeri Islam yang tadinya dijajah menjadi bekas jajahan kekuasaan Barat. Melalui pola dominasi Barat di kalangan umat Islam tersebut maka tidak mengherankan bila pengaruh sosio budaya Barat mulai menyusup ke tengah-tengah kaum Muslimīn, terutama pada masyarakat Islam yang dijajah secara langsung oleh negara-negara adikuasa.